Jumat, 24 Mei 2013

KA'BAH ADALAH PUSAT BUMI


Istilah Ka’bah diambil dari kata ka’bu yang berarti “mata kaki” atau tempat kaki berputar bergerak untuk melangkah, bisa juga berarti “mata bumi” atau “sumbu bumi” atau kutub putaran utara bumi. 
Neil Amstrong membuktikan bahwa Kota Mekkah adalah pusat dari planet Bumi. Ketika ia untuk pertama kali melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, ia menyebutkan bahwa ternyata radiasi berpusat di Kota Mekkah, tepatnya di Ka’bah. Para peneliti muslim mempercayai bahwa radiasi ini menghubungkan antara Ka’bah di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

RAHASIA ANGKA 7 Al-QURAN


Dalam al-Qur’an Allah menyebutkan bahwa langit diciptakan dengan tujuh lapis.
Salah satunya disebutkan dalam ayat berikut ini, “Dan Dia (Allah) berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.” (QS. al-Baqarah: 29). Nah, di dalam al-Qur’an ternyata penyebutan soal penciptaan langit dengan tujuh lapis juga disebutkan sebanyak tujuh kali. Tidak percaya? Coba saja Anda tengok! Tujuh ayat tersebut adalah QS. al-Baqarah: 29, QS. al-Isra: 44, QS. al-Mukminun: 86, QS. Fushilat: 12, QS. ath-Thalaq: 12, QS. al-Mulk: 3, QS. Nuh: 15. Inilah kebesaran Allah.

MEKKAH ADALAH KOTA INDUK


Allah berfirman di dalam al-Qur’an, “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya.” (QS. asy-Syura: 7)
Kata ummul qura berarti induk bagi kota-kota lain. Kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam. Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Mekkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain. Selain itu, kata ‘ibu’ memberi Mekkah keunggulan di atas semua kota lain.

Rahasia Kekokohan Bangunan Piramida Karya Fir’aun


Fir’aun adalah raja Bani Israil yang digambarkan secara jelas dalam al-Qur’an. Penggambaran sosoknya agar dijadikan pelajaran sebagai sosok yang durhaka pada Allah swt. Salah satu karya terbesarnya adalah piramida. Meski terbuat dari tanah liat, bangunan tersebut sangat kuat.
Profesor Gilles Hug, dan Michel Profesor Barsoum menegaskan bahwa Piramida terbuat dari dua jenis batu: batu alam dan batu-batu yang dibuat secara manual. Fir’aun menggunakan jenis tanah slurry.

LAUT TERBELAH DI KOREA


Ada yang bertanya, benarkah Laut Merah di zaman Nabi Musa pernah terbelah, seperti kabar yang diungkapkan dalam al-Qur’an.
Nah, fenomena laut terbelah ternyata terjawab sudah. Di Korea Selatan, dua kali setahun terjadi kejadian hal semacam ini, namanya ‘Moses Miracle’. Air laut menjadi surut dan terbuka menjadi suatu alur daratan sepanjang 2,8 km dan lebar 40 meter yang menghubungkan Pulau Jindo dan Modo selama beberapa jam. Peristiwa ini dihadiri oleh orang-orang di penjuru dunia sejak diketahui pertama kali pada tahun 1975.[ ]

Dakwah Rasul Kepada Bangsa Jin


Suatu ketika, Al-Qamah bertanya kepada Ibnu Mas’ud perihal siapa saja yang telah menemani Rasul untuk menemui bangsa jin (baca: untuk berdakwah). Saat itu, Ibnu Mas’ud menjelaskan bahwa suatu malam, para sahabat pernah tidak melihat Rasulullah saw. Setelah dicari, Rasul tetap tidak kelihatan. Para sahabat pun sangat khawatir. Apalagi, saat itu kaum kafir Quraisy sedang gencar-gencarnya melancarkan tipu muslihat untuk mencelakakan Nabi saw. Mereka mengira, beliau telah diculik kaum kafir Quraisy. Sepanjang malam, para sahabat dilanda kegelisahan dan perasaan yang tidak menentu. Mereka tidak bisa tidur karena menunggu kabar tentang keberadaan Rasulullah.
 
Nabi berdakwah kepada bangsa jin, mungkinkah? Ya,  dalam berdakwah, Nabi tidak saja didatangi para jin muslim, tapi juga kerapkali mendatangi tempat jin berkumpul.
Menjelang pagi hari, mereka melihat Rasulullah muncul dari arah gua Hira. Melihat kedatangan Rasulullah tersebut, serentak para sahabat sangat lega dan gembira. Mereka kemudian mengabarkan kepada Rasulullah ihwal kegelisahan mereka selama semalam suntuk karena tak melihat beliau.
Mereka pun melontarkan kekhawatiran mereka perihal keselamatan Nabi saw dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mereka perkirakan bakal menimpa Rasul. Mereka merasa bersyukur, karena Nabi yang mereka cintai ternyata tidak mengalami peristiwa seperti yang mereka khawatirkan.
Rasul dapat memahami kekhawatiran para sahabatnya itu. Beliau pun kemudian menjelaskan tentang apa sebenarnya yang telah terjadi kepada dirinya, “Sesungguhnya para mubaligh dari bangsa jin telah datang menemuiku. Maka, mereka kudatangi dan kemudian aku membacakan ayat-ayat al-Qur’an untuk mereka.”
Untuk meyakinkan para sahabat tentang apa yang beliau katakan, Rasulullah mengajak para sahabat menelusuri jejak beliau. Pada jejak-jejak itu juga terdapat jejak para jin yang berkumpul dan bekas api yang mereka bawa sebagai alat penerangan.
Menurut penafsiran Al-Suhaili sebagaimana dilansir Abu Azka Fathin Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M dalam buku Bercinta Dengan Jin, jin yang masuk Islam lewat bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang diperdengarkan oleh Rasulullah semula berasal dari agama Yahudi, yaitu pengikut Nabi Musa as.
Sementara Ibnu Salam memiliki pandangan yang sama tentang hal itu. Ia menambahkan, peristiwa tersebut berlangsung dalam masa tiga tahun sebelum ia hijrah ke Madinah. Juga sebelum terjadinya peristiwa Isra Mi’raj.
Adapun mengenai jumlah jin yang hadir saat itu, menurut Ibnu Ishak, ada tujuh jin saja. Ibnu Hatimmenjelaskan secara lebih spesifik lagi. Menurutnya, dari tujuh jin itu, tiga jin berasal dari Haran dan empat jin dari Nashibin.
Menurut Al-Tsauri, yang diberitakan oleh Ashim dan bersumber dari Zurr bahwa jin yang hadir itu berjumlah sembilan jin. Sedangkan pendapat Al-Tsauri yang diriwayatkan Ikrimah, jumlahnya melonjak secara fantastis, yaitu dua belas ribu jin.
Terlepas mana yang benar dari jumlah-jumlah tersebut; yang jelas, pertemuan Rasulullah saw dengan bangsa jin tiada lain adalah untuk mendakwahkan agama tauhid kepada mereka. Di antara para jin yang pernah ikut mendengarkan dakwah Rasulullah saw tersebut, menurut Ibnu Durair, adalah Syashir, Mashir, Munsyini, Masyie dan Al-Ahqag.
Dalam buku Laskar Api: Buku Paling Pintar tentang Jin karya Ruqayyah Yaqubi disebutkan bahwa ada suatu malam yang disebut dengan istilah lailatul jin (malam jin). Artinya, suatu malam di mana Rasulullah mendatangi para jin untuk berdakwah: mengajarkan agama dan memperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an. Istilah ini semakin menegaskan bahwa ada hari-hari tertentu di mana Nabi akan mendatangi bangsa jin untuk berdakwah.
Tempat jin yang didatangi Rasul untuk berdakwah berbeda-beda: kadang gua, kadang pula pohon besar dan sebagainya. Misalnya, seperti disebutkan Mazayasyah dan Ummi Alhan Ramadhan M,bahwa suatu ketika Allah pernah mendatangkan kepada Nabi sekelompok jin untuk belajar agama kepadanya. Konon, sebuah pohon besar kemudian menawarkan dirinya kepada Nabi sebagai tempat berkumpulnya para jin yang hadir tersebut. Para jin itu pun datang dan lalu belajar agama kepada Nabi. Setelah itu, mereka segera kembali kepada kaumnya untuk menyampaikan apa yang telah dipelajarinya dari Rasul.

Mengajak Sahabat

Dalam dakwahnya kepada bangsa jin, Nabi kerapkali mengajak sahabatnya untuk melihat apa yang dilakukannya tersebut. Menurut Ibnu Mas’ud, suatu malam, Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat, “Barangsiapa pada malam ini ingin mengetahui masalah yang berkaitan dengan jin, maka ayo, ikutilah saya.”
            Ternyata, tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesediaannya untuk ikut bersamanya. Biasanya, diamnya para sahabat itu bukan karena mereka takut atau tidak mau mengikuti Nabi saw. Akan tetapi, mereka merasa segan kepadanya. Rasa hormat dan sifat ingin memuliakan Nabi saw yang begitu besar menyebabkan mereka tidak banyak bicara di hadapannya.   Pada kesempatan itu, Ibnu Mas’ud memberanikan diri untuk usul kepada Rasulullah. Ia menawarkan diri agar dapat menyertainya. Akhirnya, Rasulullah saw mengajak Ibnu Mas’ud pergi menuju dataran tinggi di kota Mekkah. Setelah sampai, ia membuat garis di tanah dengan menggunakan jari kaki. Ibnu Mas’ud diperintahkan untuk duduk di garis itu. Setelah ia duduk, kemudian Rasulullah saw berjalan menjauh dari tempat Ibnu Mas’ud duduk.
            Dari kejauhan, Ibnu Mas’ud masih dapat melihat Rasulullah dengan jelas. Ia berhenti di suatu tempat dan kemudian membaca ayat-ayat al-Qur’an. Tak lama kemudian, Ibnu Mas’ud melihat banyak orang mengerumuni Rasulullah saw. Ia tak tahu dari mana arah datangnya mereka itu. Tiba-tiba saja mereka muncul dan mengelilingi Rasulullah saw. Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud tidak bisa lagi melihat tubuh Rasulullah dan bacaan al-Qur’an beliau sudah tak dapat didengar olehnya.
            Ketika penyampaian ayat-ayat al-Qur’an itu telah selesai dibaca Rasulullah, Ibnu Mas’ud melihat orang-orang itu mulai pergi meninggalkan Rasulullah secara bergerombol. Mereka tampak seperti mega yang berarak-arakan di atas langit. Namun, ada satu kelompok lagi yang masih tetap tinggal bersamanya. Rasulullah terlihat masih menyampaikan dakwah kepada sekelompok jin tersebut sampai fajar tiba.
            Setelah itu, ia menyudahi pertemuan dan kembali mendekat ke arah Ibnu Mas’ud yang masih setia duduk menunggu. Kepada Ibnu Mas’ud, Rasulullah bertanya, “Lihatlah, apakah yang mereka kerjakan?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Ya Rasulullah, begitulah mereka.”
            Mendengar jawaban Ibnu Mas’ud demikian, Rasulullah kemudian mengambil sebatang tulang dan kotoran. Ia memberikannya kepada para jin yang masih menunggu di situ sebagai bekal mereka. Setelah itu, ia bersabda, yang isinya melarang siapa pun beristinja atau bersuci dengan menggunakan tulang dan kotoran.
            Pada masa itu, di negeri gurun pasir, tulang hewan dan kotoran acap kali menjadi kering-kerontang. Orang yang kurang hati-hati, bisa jadi akan mengambil salah satunya sebagai alat untuk beristinja setelah membuang hadats besar atau hadats kecil. Padahal, jika air tidak ditemukan, alat yang dibolehkan untuk beristinja adalah batu.
            Dalam riwayat lainnya dengan sumber yang sama, yaitu dari Ibnu Mas’ud, dikatakan bahwa pada saat itu Ibnu Mas’ud sempat melihat dan mendengar ada jin yang bertanya pada Rasulullah saw, “Siapa yang telah bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah?”
Rasul kemudian menunjuk ke arah sebuah pohon yang tumbuh di dekat situ, seraya balik bertanya, “Apakah jika pohon yang berada di dekat kalian itu mau bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, maka kalian akan ikut beriman?”
Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud melihat tiba-tiba saja pohon itu menggerakkan cabang-cabangnya. Kemudian Rasulullah bersabda kepada pohon itu, “Apakah kamu bersaksi bahwa aku Rasulullah?” Pohon itu lalu mengeluarkan suara sebagai jawaban, “Ya. Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah saw.”
            Demikian salah satu model dakwah Nabi kepada bangsa jin. Jadi, kadang Nabi mendatangi para jin tersebut di sebuah tempat tertentu, seperti pohon besar, gua, dan sebagainya; dan kadang pula mereka sendiri yang mendatangi Rasul untuk belajar agama. Dalam dakwahnya itu, Nabi juga kadang mengajak sahabatnya dan kadang pula sendirian. Yang jelas, apa yang dilakukan Rasul benar-benar sebuah perjuangan yang sangat berat. Sebab, ia tidak saja berdakwah kepada manusia, tapi juga kepada bangsa jin. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti! Amin. [pelbagai sumber]

KEGAIBAN BULAN YANG TERBELAH DI MASA NABI


 
“Sesungguhnya telah dekat hari Kiamat dan bulan pun
telah terBelah.” 
(QS. Al-Qamar [54]: 1

Salah satu tanda kiamat adalah terbelahnya bulan. Masalah ini sebenarnya persoalan gaib. Namun, pada masa Nabi, bulan pernah terbelah dan itu bukan sebagai tanda kiamat, tapi sebagai tanda kemukjizatannya sebagai Rasul Allah. Saat itu, orang kafir Quraisy menantang Nabi untuk membelah bulan jika ia memang seorang utusan Allah. Maka, atas izin Allah, bulan itu akhirnya bisa terbelah. Meski begitu, di antara mereka ada yang beriman, ada pula yang tidak.
Kini, proses terbelahnya bulan pada masa Nabi itu menjadi perbincangan dan penelitian ilmuwan modern. Apakah kejadian itu benar adanya atau hanya sekadar rekayasa sejarah, yang sengaja diciptakan oleh Nabi?
Dalam buku berjudul Al-I’jaz Al-’Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Jilid I, Prof. Dr. Zaghlul an-Najjar menceritakan ihwal pengakuan seorang mualaf bernama David M. Pidcock. Pengakuan tersebut terjadi beberapa tahun lalu dalam satu ceramah yang diisi oleh Dr. Zaghlul di Fakultas Kedokteran Universitas Cardiff, Wales, Inggris Barat.
Pidcock mengatakan bahwa ayat pertama surah al-Qamar inilah yang menyebabkan ia masuk Islam di akhir dekade 70-an. Ceritanya, saat itu ia sedang melakukan kajian terhadap agama-agama dunia. Salah satu teman muslimnya menghadiahinya sebuah al-Qur’an terjemahan. Saat pertama kali membaca, ia langsung terkejut dengan surah al-Qamar. Karena tidak percaya bahwa bulan pernah terbelah dan kemudian menempel kembali, ia langsung menutup al-Qur’an tersebut dan meninggalkanya begitu saja.
Beberapa hari kemudian, tanpa disengaja ia melihat sebuah acara di BBC tentang perjalanan luar angkasa. Acara yang disiarkan pada tahun 1978 itu dipandu oleh penyiar Inggris terkenal bernama James Burke dengan menghadirkan tiga ilmuwan antariksa Amerika.
Dalam wawancara tersebut, dibahas perjalanan ruang angkasa mereka yang menemukan satu fakta penting. Fakta tersebut adalah sesungguhnya bulan dahulu pernah terbelah, dan kemudian melekat lagi. Bekas-bekas yang membuktikan cerita ini masih terlihat di permukaan bulan dan membentang hingga kedalamannya.
Begitu mendengar penuturan ini, Pidcock lalu tersentak kaget dan teringat akan surah al-Qamar yang ia pernah baca. Kemudian ia pun masuk Islam. Dari kisah nyata ini nampak bahwa bulan memang pernah terbelah pada masa Nabi, lalu menempel lagi atas kekuasaan Allah. Dan ilmuwan Amerika baru mengakui setelah mereka sendiri melakukan penelitian ke bulan dan menemukan bukti itu.
Tidak cukup dengan bukti di atas, ada fakta lain yang mengaklamasi terbelahnya bulan pada masa Nabi, yaitu catatan sejarah India dan China kuno. Sayyid Mahmud Syukri al-Alusi dalam buku Ma Dalla ‘Alaihi al-Qur’an seraya  mengutip buku Tarikh al-Yamini, menuliskan bahwa dalam sebuah penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud bin Sabaktakin al-Ghaznawi terhadap sebuah kerajaan yang masih menganut paganisme (musyrik) di India, ia menemukan lempengan batu di dalam sebuah istana taklukkan tersebut. Pada lempengan tersebut terpahat tulisan, “Istana ini dibangun pada malam terbelahnya bulan, dan peristiwa itu mangandung pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran.”
Hal itu menunjukkan bahwa bulan memang pernah terbelah menjadi dua dan itu terjadi pada masa Nabi. Secara logika, ini sangat tidak mungkin dan untuk itulah orang-orang Barat banyak yang menyangkalnya. Namun, sekali lagi, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Lewat sang Nabi, kekuasaan Allah telah ditunjukkan pada orang-orang kafir masa itu bahwa bulan pun bisa terbelah.
Menurut Sayyid Quthub, terbelahnya bulan pada masa Nabi telah nyata terjadi. Ia mengemukakan sekian banyak riwayat dari berbagai sumber yang semuanya menentukan tempat kejadiannya, yakni di Makkah; kecuali satu riwayat yang menyebutkannya di Mina. Riwayat-riwayat tersebut seluruhnya menguraikan waktunya, yakni sebelum Nabi berhijrah.
Hal senada juga dikemukakan oleh Thabathaba’i. “Terlalu banyak riwayat yang menginformasikannya dan ulama tafsir serta hadits menerima riwayat-riwayat itu,” ujarnya. Hanya saja, ia menolak anggapan bahwa terbelahnya bulan adalah isyarat tentang terpisahnya bulan dari bumi yang tadinya merupakan satu gumpalan, sebagaimana kejadian langit dan bumi yang tadinya merupakan satu gumpalan, lalu dipisahkan Allah.
Ulama ini juga menolak anggapan sementara orang bahwa jika peristiwa terbelahnya bulan itu benar-benar terjadi, maka tentulah telah dilihat oleh orang banyak di Barat dan Timur. Sebab, menurutnya, bisa saja mereka tidak mengetahuinya saat-saat itu, karena tidak ada bukti yang menyatakan bahwa seluruh peristiwa langit dan bumi diketahui oleh manusia semuanya dan dibicarakan mereka. Di sisi lain, wilayah Hijaz dan kawasan negeri-negeri Arab ketika itu belum lagi memiliki alat-alat yang dapat mereka gunakan untuk meneropong angkasa.
Namun, ihwal terbelah bulan pada masa Nabi tersebut dibantah oleh ulama rasionalis, Muhammad Abduh. Ia menolak segala riwayat yang tidak rasional. Beliau dan para ulama yang menolak memahami kata insyaqqa (terbelah) dalam arti “akan segera terbelah”, jadi bukan kata kerja lampau (fi’il madhi). Ini menurut mereka serupa dengan ucapan qamat menjelang shalat. Ketika itu muazin berkata dalam bentuk kata kerja masa lampau (qad qamat ash-shalah), yang bila diterjemahkan secara harfiah berarti “sungguh telah dilaksanakan shalat”, namun maksudnya adalah shalat segera akan dilaksanakan. Pemahaman ini mereka kemukakan karena mereka merasa bahwa peristiwa terbelahnya bulan pada masa lalu adalah suatu peristiwa yang sangat sulit diterima oleh akal.
Pendapat Abduh ini dibantah oleh Prof. Dr. Quraish Shihab. Menurutnya, seperti yang ditulis dalam Tafsir Al-Mishbah, menolak riwayat-riwayat hadits atas dasar ketidak logisan bukanlah suatu alasan yang tepat, karena semua ciptaan Allah sungguh mengagumkan.
Menurut Quraish, setiap muslim percaya bahwa tata kerja alam raya berjalan konsisten sesuai dengan hukum alam yang ditetapkan Allah. Tetapi, pada saat yang sama setiap muslim harus percaya bahwa tidak tertutup kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan kebiasaan yang terlihat sehari-hari, karena baik yang terlihat sehari-hari maupun yang tidak itu sangat mengagumkan dan keduanya dicakup oleh kuasa Allah.
Salah satunya adalah kasus terbelahnya bulan. Menurut Quraish, peristiwa ini bukan suatu yang mustahil menurut akal, tetapi mustahil menurut kebiasaan. Karena itu, terbelahnya bulan sebagai mukjizat yang telah terjadi tidaklah harus dimungkiri dengan alasan yang tidak logis, apalagi bila sekian banyak orang yang percaya menginformasikannya.
Terlepas dari berbagai macam konflik pemikiran di atas, yang jelas, kelak bulan akan terbelah (lagi) sebagai satu tanda bahwa kiamat besar akan segera tiba. Isyarat ini bisa kita baca dari surat al-Qamar ayat satu di atas, “Sesungguhnya telah dekat hari kiamat, dan bulan pun telah terbelah.” (QS. Al-Qamar: 1).
Menurut Muhammad Abduh, kelak bulan akan terbelah dan itu pertanda kiamat akan segera tiba. Karena itu, dalam menafsirkan ayat di atas, ia memahami insyaqqa sebagai akan terbelah (istiqbal), bukan telah terbelah (fi’il madhi). Karena itu, ia menolak jika ayat di atas dijadikan sebagai dalil atas kemukjizatan Rasul yang bisa membelah bulan atas izin Allah. Bahkan, Abduh sendiri meragukan hal yang tidak rasional itu.
 Namun, ada yang berpendapat, kata insyaqqa pada ayat di atas tetap diartikan sebagai “telah terbelah” dan tetap berkaitan dengan terbelahnya bulan sebagai tanda akan terjadinya kiamat besar. Jadi, bukan terbelahnya bulan dalam kaitan dengan kemukjizatan Rasul. Jika dipahami secara cermat, hal ini tidak keliru sama sekali. Logika bahasa dari ayat di atas sebenarnya begini, “Bulan pun telah terbelah, sesungguhnya telah dekat hari kiamat.” Artinya, setelah bulan itu terbelah, maka kiamat pun akan datang.
Jadi, pada ayat di atas, Allah sengaja menempatkan akibat dulu, baru sebab. Dan ayat di atas tidak akan terjadi dalam proses sebab-akibat [kausalitas], jika insyaqqa justru diartikan “akan terbelah”. Jadi, seolah-olah ayat itu telah menceritakan suatu peristiwa yang sudah terjadi yaitu ketika bulan sudah terbelah, maka kiamat pasti akan tiba.
Namun, pertanyaannya: bagaimana proses terbelahnya bulan menjelang kiamat itu? Tidak ada hal yang pasti mengenai itu. Kendati demikian, di dalam al-Qur’an disebutkan, “Apabila matahari digulung. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan. Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. Dan apabila lautan dipanaskan.” (QS At-Takwir: 1-6) dan  “Apabila langit terbelah dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan.” (QS Al-Infithar: 1-2)
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ahmad Sarwat, Lc, mengatakan bahwa hari Kiamat kubra adalah hari dihancurkannya alam semesta, bukan hanya bumi yang kita tempati, atau solar system, atau galaksi Bimasakti kita saja, akan tetapi semua benda langit di jagad raya ini (termasuk bulan) memang akan dihancurkan.
Namun, bila kita melihat tafsiran Muhammad Abduh tentang surat al-Qamar di atas, bisa jadi kehancuran bulan pada hari Kiamat nanti diawali oleh keterbelahannya dulu seperti yang terjadi pada masa Nabi. Setelah itu, ia jatuh dan bertubrukan dengan bintang yang lain. Lalu terjadilah kehancuran yang sangat dahsyat.
Kita tentu tidak ingin melihat kejadian yang maha dahsyat tersebut. Karena itu, jadilah kita orang-orang yang bertakwa. Sebab, janji Allah, bahwa orang-orang shaleh dijamin tidak akan pernah melihat kejadian te­r­dahsyat sepanjang sejarah dunia tersebut. Mereka akan dimatikan terlebih dulu oleh Allah. Wallahu a’lam bil shawab!

MENGENAL 8 PINTU SURGA


 
“…Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya sudah terbuka, berkatalah penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini sedang kalian kekal didalamnya’.” (QS. Az-Zumar: 73)
 Bagi orang mukmin yang bertakwa disediakan oleh Allah swt. yang Maha Besar sebuah surga berisi segala bentuk kenikmatan. Surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya masyhur dikenal sebagai sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata, didengar telinga atau terlintas di hati manusia seperti kita. Suatu tempat yang sangat spesial, unik dan otentik, yang merupakan rahasia Allah atas makhluk-Nya yang bertakwa.
Sebagaimana diberitakan al-Qur’an, surga memiliki pintu-pintu. Lewat pintu-pintu itulah orang mukmin dari zaman awal hingga zaman akhir, juga Nabi Muhammad saw. beserta umatnya akan berbondong-bondong masuk. Allah berfirman dalam surat Shad, ayat 49-50, “Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik, (yaitu) surga 'Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka.”
Al-Qur’an menceritakan bahwa pintu-pintu surga akan dibuka bilamana orang-orang mukmin telah sampai di sana. Malaikat-malaikat yang menjaganya akan menyambut mereka seraya menyerukan salam kesejahteraan dan kedamaian bagi orang-orang yang memang berhak atas nikmat surga itu.
“Kesejahteraan dilimpahkan atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini sedang kalian kekal di dalamnya,” ujar para malaikat sebagaimana termaktub dalam ayat ke-73, surat Az-Zumar di atas.
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, kata “pintu-pintu yang terbuka”  memiliki makna bahwa pintu surga adalah pintu yang membuat penghuninya dapat leluasa masuk dengan lancar ke dalamnya. Mereka juga dapat mondar-mandir di dalamnya. Lewat pintu itu pula, malaikat-malaikat bebas mendatangi mereka dengan membawa hadiah dan rezeki dari Allah swt. dan apa saja yang menggembirakan mereka. Surat Ar-Ra’d ayat ke 24 menyebutkan bahwa para malaikat menyabangi penghuni surga lewat pintu-pintu yang terbuka itu seraya menyerukan salam yang sangat indah,“Salamun Alaikum bima shabartum.”
Demikianlah pintu-pintu surga yang terbuka yang melambangkan keridhaan Allah ketika menyambut makhluk-Nya yang ikhlas, yang menghamba pada-Nya sebagaimana janji yang ditetapkan-Nya. Lalu apa sajakah pintu-pintu surga itu?
Delapan Pintu dan Amalan Khusus
Penjelasan terperinci mengenai pintu-pintu surga tertuang dalam sebuah hadits dari Abu Hurairahmelalui periwayatan Imam Bukhari dan Muslim.
Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa membelanjakan sebagian harta kekayaannya di jalan Allah swt., ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga dan surga memiliki delapan buah pintu. Orang yang mengerjakan shalat (secara teratur dan benar) akan dipanggil dari pintu shalat, orang yang sering bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah, orang yang berjihad akan dipanggil dari pintu jihad dan orang yang sering berpuasa secara teratur akan dipanggil dari pintu puasa.”
Abu Bakar lalu bertanya, “Adakah orang yang akan dipanggil dari semua pintu itu, ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, “Ada dan kuharap kau salah satu dari mereka.”
Bisa ditarik kesimpulan bahwa di surga ada pintu-pintu khusus yang akan dimasuki orang yang memiliki amal khusus dan menonjol dalam hidupnya. Yang bagus dari segi shalat, meliputi kekhusyuan, kesempurnaan waktu dan rukunnya serta sering melakukan shalat sunnah, maka dia akan memasuki surga lewat pintu shalat. Demikian pula yang ahli sedekah akan masuk lewat pintu sedekah. Seperti juga yang berjihad dan berpuasa. Untuk pintu puasa, Nabi menambahkan keterangan lewat sabdanya:
"Di dalam surga terdapat delapan pintu, salah satunya sebuah pintu yang disebut dengan "ar-Rayyan". Tidak memasuki pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa, dan apabila mereka sudah memasukinya, pintu itu akan dikunci lagi, sehingga tidak ada yang masuk lewatnya." Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari Sahal bin Sa’ad.
Kesimpulan yang juga tampak jelas dari hadits-hadits shahih ini adalah bilangan pintu surga yang berjumlah delapan. Inilah pendapat yang masyhur di kalangan ulama salaf. Empat pintu di antaranya telah disebut Nabi saw. Lalu apakah empat pintu yang lain?
Imam Al-Qurthubi dalam Rahasia Kematian Alam Akhirat dan kiamat, mengutip ucapan Qadhi Iyadh yang berujar, “Dalam hadits tadi, yang disebutkan oleh Muslim baru empat pintu saja. Selebihnya adalah pintu taubat, pintu orang-orang yang menahan amarah, pintu orang-orang yang ridha, dan pintu kanan tempat orang yang masuk surga tanpa hisab.”       
Mengenai pintu terakhir yang disebut Qadhi Iyadh, yakni pintu tempat masuk orang yang meraih surga tanpa menjalani hisab terlebih dahulu mendapat konfirmasinya dari hadits shahih Bukhari-Muslim tentang syafaat. Hadits itu dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Hai Muhammad, bawalah masuk orang-orang dari umatmu yang tidak perlu dihisab ke dalam surga melalui pintu dibagian kanan surga, sedangkan yang lain dapat masuk dari pintu-pintu yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh para penghuni surga lainnya’.”
Sedang mengenai kepastian pintu-pintu yang lain tak didapat keterangan lugasnya. Namun, para ulama meyakini bahwa amal kebajikan manusialah yang menjadi alasan bagi kekhususan pintu-pintu surga itu. Kebajikan itulah hal utama yang membuat seseorang akan masuk surga lewat satu pintu atau dapat melalui pintu yang manapun yang dia kehendaki karena amal perbuatannya memadai untuk lewat di semua pintu surga yang telah disediakan Allah. Beberapa ulama lain berpendapat bahwa pintu surga sebenarnya berjumlah banyak.
Luas dan Ciri Pintu Surga
Sebuah hadits dari Abu Hurairah memberitakan mengenai luasnya pintu surga. Hadits yang merupakan riwayat dari Bukhari, Ahmad, dan Abu Uwanah itu menceritakan bahwa suatu ketika kepada Nabi dihidangkan semangkuk roti yang dimasak dengan daging. Rasulullah lantas menggigit lengan kambing pada bagian yang paling digemarinya dan berujar, “Aku adalah pemimpin manusia pada hari kiamat.” Kata-kata ini diucapkan Nabi sebanyak dua kali yang ternyata dimaksudkan untuk memancing pertanyaan dari para sahabat kenapa hal itu bisa terjadi. Nabi yang mulia itu lalu bercerita bahwa ia datang ke Arsyi, lalu bersujud di hadapan Allah dan Allah menempatkan dirinya pada tempat yang belum pernah ditempati siapa pun sebelumnya dan tak akan ditempati siapa pun sesudahnya.
Kemudian Nabi bertanya mengenai umatnya dan Allah pun berfirman, “Wahai Muhammad masukkan umatmu yang tidak dihisab lewat pintu sebelah kanan. Mereka bebas masuk pintu-pintu lainnya.”Kemudian Nabi pun bersabda, “Demi Muhmmad yang jiwanya ada ditangan-Nya, jarak antara kedua panel daun pintu surga adalah seperti Mekah dan Hajar atau Hajar dan Mekah.”
Hadits ini menjadi pijakan kuat bagi informasi mengenai luas pintu surga yang gaib bagi kita itu. Jarak antara Mekah dan Hajar sendiri diperkirakan berjarak 1160 km. Sedangkan dalam redaksi lain yang juga diyakini keshahihannya, jarak pintu surga adalah seperti Mekah dan Basrah, yakni 1250 km.
Di luar penjelasan ini terdapat beberapa hadits yang dianggap lebih lemah semisal hadits riwayat Ahmad dalam Musnad-nya yang ia dengar dari Al-Jariri yang berkata bahwa Nabi saw bersabda,“Jarak antara dua daun pintu surga adalah empat puluh tahun. Pada suatu hari, ia penuh sesak.”Sementara itu, hadits lain ada yang menyebut luas antara dua daun pintu surga adalah tujuh puluh tahun perjalanan. Waallahu A’lam.
Mengenai ciri-ciri pintu surga didapat penjelasan dari Walid bin Muslim bahwa pintu-pintu surga itu dapat dilihat oleh manusia. Bagian luar pintu-pintu surga itu dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Menurutnya, pintu surga itu dapat berbicara dan orang dapat berbicara dengannya. Pintu-pintu surga juga memahami perkataan seperti, “Bukalah atau tutuplah.”
 Ciri pintu surga yang lain adalah memiliki rantai sebagaimana diberitakan Anas bin Malik. Ia menyebut bahwa Nabi pernah berkata, beliaulah yang pertama kali memegang rantai pintu surga dan itu merupakan kebanggaan tinggi yang tak ada kebanggaan lain melebihi itu. Ibnu Uyainah juga menyebut, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi  bahwa Nabi saw menyebut rantai itu dipegang beliau dan kemudian digerak-gerakkannya. Demikian sebagaimana ditulis Ibnu a-Qayyim Al-Jauziyyah dalam Tamasya ke Surga.
Selanjutnya ciri pintu surga dianggap bersesuaian dengan keadaan surga yang bertingkat-tingkat. Jadi surga yang lebih tinggi memiliki pintu yang lebih luas dibanding tingkatan surga yang lebih rendah. Secara logis juga diyakini, jika luas surga bermacam-macam maka luas pintunya juga bermacam-macam. Waallahu a’lamu bishawab.

MENGENAL 8 PINTU SURGA


 
“…Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya sudah terbuka, berkatalah penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini sedang kalian kekal didalamnya’.” (QS. Az-Zumar: 73)
 Bagi orang mukmin yang bertakwa disediakan oleh Allah swt. yang Maha Besar sebuah surga berisi segala bentuk kenikmatan. Surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya masyhur dikenal sebagai sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata, didengar telinga atau terlintas di hati manusia seperti kita. Suatu tempat yang sangat spesial, unik dan otentik, yang merupakan rahasia Allah atas makhluk-Nya yang bertakwa.
Sebagaimana diberitakan al-Qur’an, surga memiliki pintu-pintu. Lewat pintu-pintu itulah orang mukmin dari zaman awal hingga zaman akhir, juga Nabi Muhammad saw. beserta umatnya akan berbondong-bondong masuk. Allah berfirman dalam surat Shad, ayat 49-50, “Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik, (yaitu) surga 'Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka.”
Al-Qur’an menceritakan bahwa pintu-pintu surga akan dibuka bilamana orang-orang mukmin telah sampai di sana. Malaikat-malaikat yang menjaganya akan menyambut mereka seraya menyerukan salam kesejahteraan dan kedamaian bagi orang-orang yang memang berhak atas nikmat surga itu.
“Kesejahteraan dilimpahkan atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini sedang kalian kekal di dalamnya,” ujar para malaikat sebagaimana termaktub dalam ayat ke-73, surat Az-Zumar di atas.
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, kata “pintu-pintu yang terbuka”  memiliki makna bahwa pintu surga adalah pintu yang membuat penghuninya dapat leluasa masuk dengan lancar ke dalamnya. Mereka juga dapat mondar-mandir di dalamnya. Lewat pintu itu pula, malaikat-malaikat bebas mendatangi mereka dengan membawa hadiah dan rezeki dari Allah swt. dan apa saja yang menggembirakan mereka. Surat Ar-Ra’d ayat ke 24 menyebutkan bahwa para malaikat menyabangi penghuni surga lewat pintu-pintu yang terbuka itu seraya menyerukan salam yang sangat indah,“Salamun Alaikum bima shabartum.”
Demikianlah pintu-pintu surga yang terbuka yang melambangkan keridhaan Allah ketika menyambut makhluk-Nya yang ikhlas, yang menghamba pada-Nya sebagaimana janji yang ditetapkan-Nya. Lalu apa sajakah pintu-pintu surga itu?
Delapan Pintu dan Amalan Khusus
Penjelasan terperinci mengenai pintu-pintu surga tertuang dalam sebuah hadits dari Abu Hurairahmelalui periwayatan Imam Bukhari dan Muslim.
Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa membelanjakan sebagian harta kekayaannya di jalan Allah swt., ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga dan surga memiliki delapan buah pintu. Orang yang mengerjakan shalat (secara teratur dan benar) akan dipanggil dari pintu shalat, orang yang sering bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah, orang yang berjihad akan dipanggil dari pintu jihad dan orang yang sering berpuasa secara teratur akan dipanggil dari pintu puasa.”
Abu Bakar lalu bertanya, “Adakah orang yang akan dipanggil dari semua pintu itu, ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, “Ada dan kuharap kau salah satu dari mereka.”
Bisa ditarik kesimpulan bahwa di surga ada pintu-pintu khusus yang akan dimasuki orang yang memiliki amal khusus dan menonjol dalam hidupnya. Yang bagus dari segi shalat, meliputi kekhusyuan, kesempurnaan waktu dan rukunnya serta sering melakukan shalat sunnah, maka dia akan memasuki surga lewat pintu shalat. Demikian pula yang ahli sedekah akan masuk lewat pintu sedekah. Seperti juga yang berjihad dan berpuasa. Untuk pintu puasa, Nabi menambahkan keterangan lewat sabdanya:
"Di dalam surga terdapat delapan pintu, salah satunya sebuah pintu yang disebut dengan "ar-Rayyan". Tidak memasuki pintu tersebut kecuali orang-orang yang berpuasa, dan apabila mereka sudah memasukinya, pintu itu akan dikunci lagi, sehingga tidak ada yang masuk lewatnya." Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari Sahal bin Sa’ad.
Kesimpulan yang juga tampak jelas dari hadits-hadits shahih ini adalah bilangan pintu surga yang berjumlah delapan. Inilah pendapat yang masyhur di kalangan ulama salaf. Empat pintu di antaranya telah disebut Nabi saw. Lalu apakah empat pintu yang lain?
Imam Al-Qurthubi dalam Rahasia Kematian Alam Akhirat dan kiamat, mengutip ucapan Qadhi Iyadh yang berujar, “Dalam hadits tadi, yang disebutkan oleh Muslim baru empat pintu saja. Selebihnya adalah pintu taubat, pintu orang-orang yang menahan amarah, pintu orang-orang yang ridha, dan pintu kanan tempat orang yang masuk surga tanpa hisab.”       
Mengenai pintu terakhir yang disebut Qadhi Iyadh, yakni pintu tempat masuk orang yang meraih surga tanpa menjalani hisab terlebih dahulu mendapat konfirmasinya dari hadits shahih Bukhari-Muslim tentang syafaat. Hadits itu dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Hai Muhammad, bawalah masuk orang-orang dari umatmu yang tidak perlu dihisab ke dalam surga melalui pintu dibagian kanan surga, sedangkan yang lain dapat masuk dari pintu-pintu yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh para penghuni surga lainnya’.”
Sedang mengenai kepastian pintu-pintu yang lain tak didapat keterangan lugasnya. Namun, para ulama meyakini bahwa amal kebajikan manusialah yang menjadi alasan bagi kekhususan pintu-pintu surga itu. Kebajikan itulah hal utama yang membuat seseorang akan masuk surga lewat satu pintu atau dapat melalui pintu yang manapun yang dia kehendaki karena amal perbuatannya memadai untuk lewat di semua pintu surga yang telah disediakan Allah. Beberapa ulama lain berpendapat bahwa pintu surga sebenarnya berjumlah banyak.
Luas dan Ciri Pintu Surga
Sebuah hadits dari Abu Hurairah memberitakan mengenai luasnya pintu surga. Hadits yang merupakan riwayat dari Bukhari, Ahmad, dan Abu Uwanah itu menceritakan bahwa suatu ketika kepada Nabi dihidangkan semangkuk roti yang dimasak dengan daging. Rasulullah lantas menggigit lengan kambing pada bagian yang paling digemarinya dan berujar, “Aku adalah pemimpin manusia pada hari kiamat.” Kata-kata ini diucapkan Nabi sebanyak dua kali yang ternyata dimaksudkan untuk memancing pertanyaan dari para sahabat kenapa hal itu bisa terjadi. Nabi yang mulia itu lalu bercerita bahwa ia datang ke Arsyi, lalu bersujud di hadapan Allah dan Allah menempatkan dirinya pada tempat yang belum pernah ditempati siapa pun sebelumnya dan tak akan ditempati siapa pun sesudahnya.
Kemudian Nabi bertanya mengenai umatnya dan Allah pun berfirman, “Wahai Muhammad masukkan umatmu yang tidak dihisab lewat pintu sebelah kanan. Mereka bebas masuk pintu-pintu lainnya.”Kemudian Nabi pun bersabda, “Demi Muhmmad yang jiwanya ada ditangan-Nya, jarak antara kedua panel daun pintu surga adalah seperti Mekah dan Hajar atau Hajar dan Mekah.”
Hadits ini menjadi pijakan kuat bagi informasi mengenai luas pintu surga yang gaib bagi kita itu. Jarak antara Mekah dan Hajar sendiri diperkirakan berjarak 1160 km. Sedangkan dalam redaksi lain yang juga diyakini keshahihannya, jarak pintu surga adalah seperti Mekah dan Basrah, yakni 1250 km.
Di luar penjelasan ini terdapat beberapa hadits yang dianggap lebih lemah semisal hadits riwayat Ahmad dalam Musnad-nya yang ia dengar dari Al-Jariri yang berkata bahwa Nabi saw bersabda,“Jarak antara dua daun pintu surga adalah empat puluh tahun. Pada suatu hari, ia penuh sesak.”Sementara itu, hadits lain ada yang menyebut luas antara dua daun pintu surga adalah tujuh puluh tahun perjalanan. Waallahu A’lam.
Mengenai ciri-ciri pintu surga didapat penjelasan dari Walid bin Muslim bahwa pintu-pintu surga itu dapat dilihat oleh manusia. Bagian luar pintu-pintu surga itu dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Menurutnya, pintu surga itu dapat berbicara dan orang dapat berbicara dengannya. Pintu-pintu surga juga memahami perkataan seperti, “Bukalah atau tutuplah.”
 Ciri pintu surga yang lain adalah memiliki rantai sebagaimana diberitakan Anas bin Malik. Ia menyebut bahwa Nabi pernah berkata, beliaulah yang pertama kali memegang rantai pintu surga dan itu merupakan kebanggaan tinggi yang tak ada kebanggaan lain melebihi itu. Ibnu Uyainah juga menyebut, sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi  bahwa Nabi saw menyebut rantai itu dipegang beliau dan kemudian digerak-gerakkannya. Demikian sebagaimana ditulis Ibnu a-Qayyim Al-Jauziyyah dalam Tamasya ke Surga.
Selanjutnya ciri pintu surga dianggap bersesuaian dengan keadaan surga yang bertingkat-tingkat. Jadi surga yang lebih tinggi memiliki pintu yang lebih luas dibanding tingkatan surga yang lebih rendah. Secara logis juga diyakini, jika luas surga bermacam-macam maka luas pintunya juga bermacam-macam. Waallahu a’lamu bishawab.

BENARKAH SAYAP MALAIKAT BERTULISKAN SURAT AL-IKHLAS?


 
Banyak sekali tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada makhluk-Nya, baik pada binatang, tumbuhan, maupun pada manusia. Anda mungkin pernah melihat lafadz Allah pada binatang yang diabadikan dalam sebuah foto, atau kita pernah mendengar sebuah pohon di suatu negara yang membentuk kalimat laa ilaaha illa Allah. Semua ini tidak lain ditujukan kepada kita agar selalu ingat kepada Allah swt.
Salah satu bentuk keagungan Allah juga terlukis pada sayap malaikat. Menurut suatu hadits, pada sayap malaikat terdapat tulisan surat al-Ikhlas. Keterangan ini terdapat dalam riwayat Ibnu Abbasyang menyatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Ketika melakukan isra’ ke langit, saya telah melihat Arasy di atas 360.000 sendi di mana jarak tempuh antara satu sendi ke sendi lainnya ialah 300.000 tahun perjalanan. Pada tiap-tiap sendi itu terdapat padang sahara sebanyak 12.000 dan luasnya setiap satu padang sahara itu seluas dari timur hingga ke barat. Pada setiap padang sahara itu terdapat 80.000 malaikat di mana semuanya membaca surah al-Ikhlas.”
Setelah itu Nabi bersabda lagi, “Setelah selesai membaca surat tersebut mereka berkata: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya pahala dari bacaan kami ini kami berikan kepada orang yang membaca surat al-Ikhlas, baik ia laki-laki maupun perempuan.”
Ketika para sahabat mendengar keterangan Nabi yang demikian itu, mereka dibuat berdecak kagum. Lalu Nabi bersabda lagi, “Wahai para sahabatku, apakah kamu semua kagum?” Para sahabat menjawab: “Ya, kami sungguh kagum, ya Rasulullah saw.”
Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya Qul Huwallahu Ahad itu tertulis di sayap malaikat Jibril a.s, Allahush Shamad itu tertulis di sayap malaikat Mikail a.s, Lam Yalid Walam Yuulad tertulis pada sayap malaikat Izrail a.s, Walam Yaqullahu Kufuwan Ahad tertulis pada sayap malaikat Israfil a.s. Oleh karena itu, barang siapa dari umatku membaca surat al-Ikhlas maka dia diberi pahala membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an yang agung.”
Setelah Rasulullah saw. berkata demikian, baginda bersabda lagi, “Wahai sahabatku, apakah kamu semua kagum?” Maka para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah saw., kami semua kagum.”
Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh Qul Huwallahu Ahad itu tertulis di dahi Abu Bakar Ash-Shidiq, Allahush Shamad itu tertulis di dahi Umar al-Faaruq, Lam Yalid Walam Yuulad itu tertulis di dahi Utsman Dzun Nuurain dan Walam Yakun Lahu Kufuwan Ahad itu tertulis di dahi Ali ra. Oleh karena itu, siapa yang membaca surat al-Ikhlas maka ia diberi oleh Allah pahala Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.” (Keterangan ini terdapat dalam kitab Hayatun Quluubi)
Demikian agungnya posisi surat al-Ikhlas di antara surat-surat lainnya, hingga ia sampai terlukis di sayap para malaikat. Bahkan ihwal keagungan dan besarnya manfaat surat ini, Nabi pernah bersabda, “Barangsiapa membaca surat al-Ikhlas sewaktu sakit sehingga dia meninggal dunia, maka dia tidak akan membusuk di dalam kuburnya, ia akan selamat dari kesempitan kuburnya dan para malaikat akan membawanya dengan sayap mereka, melintasi titian siratul mustaqim lalu menuju ke surga.” (Seperti diterangkan dalam kitab Tadzikaratul Qurthuby).
Ada suatu kisah yang menggambarkan keagungan surat al-Ikhlas. Kisah ini terekam dalam hadits. Suatu kali Nabi memberikan sebuah teka-teki kepada para sahabatnya: Siapakah di antara kamu yang dapat mengkhatam Qur'an dalam jangka waktu cepat? Tidak ada seorang sahabat pun yang bisa menjawabnya. Umar lalu berkata bahwa mustahil bisa mengkhatamkan al-Qur'an dalam waktu begitu cepat. Tetapi Ali kemudian mengangkat tangannya. Melihat hal ini, Umar langsung berkata bahwa Ali (yang masih kecil pada waktu itu) tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Lantas Ali membaca surat al-Ikhlas tiga kali. Rasulullah saw. menjawab dengan mengatakan bahwa Ali betul.
Menurut Nabi, membaca surah al-Ikhlas satu kali pahalanya sama dengan membaca 10 juz kitab al-Qur’an. Lalu dengan membaca surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali, maka khatamlah al-Qur’an. Karena hal itu sama dengan membaca 30 juz al-Qur’an.
Ini menunjukkan bahwa surat al-Ikhlas itu memiliki kelebihan dibandingkan surat-surat lainnya. Karena itu, kita sering mengucapkannya pada saat zikir, tahlil, shalat, keadaan takut dan sebagainya. Karena itu pula, Allah mengukirnya pada sayap malaikat.
Kelebihan surat al-Ikhlas juga terlihat dari kisah berikut ini. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa sewaktu ia bersama-sama Rasulullah saw. di Tabuk, pernah suatu ketika cahaya matahari terbit dengan redup, tidak seperti pada hari-hari sebelumnya. Malaikat Jibril lalu datang. Kepada malaikat, Nabi pun menanyakan tentang hal ini. Malaikat menjawab, bahwa matahari tampak redup karena sayap Malaikat terlampau banyak. Para Malaikat sebanyak 70.000 ini diutus Allah karena ada seorang sahabat yang meninggal di Madinah. Sahabat ini banyak membaca surat al-Ikhlas.
Bayangkan, keadaan sahabat itu begitu dihormati di mata malaikat karena seringnya ia membaca surat al-Ikhlas saat hidup. Ini sekali lagi menunjukkan betapa agungnya posisi surat ini dalam kehidupan kita. Semakin sering kita membacanya kian besar pula kita mereguk pahala dari Allah swt..
Hal ini pula yang membuat kenapa surat al-Ikhlas terlukis di sayap malaikat. Kenapa bukan surat yang lain? Toh, sama-sama al-Qur’an.  Ini disebabkan surat al-Ikhlas memiliki kemuliaan yang sangat tinggi dibandingkan surat-surat yang lain.
Abu Sa’id al-Khudry berkata, “Ada seorang sahabat Rasul mendengar tetangganya membaca berulang-ulang ayat Qul Huwallahu Ahad. Kemudian keesokan paginya, Abu Sa’id al-Khudry menyampaikan kepada Rasulullah perihal yang didengarnya semalam, yakni seakan-akan sahabat ini menganggap ringan kedudukan surat ini. Maka Nabi pun bersabda, “Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya. Sesungguhnya surat al-Ikhlas benar-benar menyamai sepertiga al-Qur’an.” (HR.Bukhari dalam Bab Fadha’il Qur’an No. 5014).
Hadits di atas sekali lagi menunjukkan betapa agungnya posisi surat al-Ikhlas, sehingga harus terlukis di sayap malaikat. Pertanyaannya kemudian adalah kenapa hanya malaikat Jibril, Mikail, Israil dan Izrafil saja yang sayapnya terlukis dengan surat al-Ikhlas?
Inilah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Tapi, bila kita melihat sejarah para malaikat, maka kita tahu bahwa keempat malaikat itu memiliki peran sentral dalam kehidupan makhluk Allah. Malaikat Jibril misalnya, bertugas menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi Muhammad saw. Ia adalah pemimpin para malaikat. Ia juga menjadi tempat keluh kesah Nabi saat dirinya sedang dalam kebingungan dan sebagainya.
Lalu malaikat Mikail, yang bertugas mengatur cuaca hujan, kemarau, rezeki, dan sebagainya. Sedang malaikat Israil bertugas meniup sangkakala dan malaikat Izrail yang mencabut seluruh makhluk yang bernyawa. Bukan berarti, tugas malaikat-malaikat yang lain tidak terlalu sentral dalam kehidupan manusia. Tetapi, dengan diukirnya surat al-Ikhlas pada keempat malaikat di atas, setidaknya menunjukkan akan peran utama mereka dalam kehidupan makhluk Allah, terutama manusia.
Tentu ini hanya sebatas analisa, sebab persoalan gaib ini hakekatnya hanya Allah yang Maha Tahu. Kita pun tidak penting membanding-bandingkan peran malaikat satu sama lain. Yang penting, tugas kita adalah mempercayai bahwa di sayap-sayap malaikat yang empat itu terlukis surat al-Ikhlas, yang berarti mengindikasikan pentingnya surat ini untuk selalu kita baca setiap saat. Karena itu, perbanyaklah kita membaca al-Qur’an, terutama surat al-Ikhlas. Amien!

PEREMPUAN LEBIH BANYAK PERTANDA KIAMAT, BENARKAH?


 

 
Banyak orang yang tak siap menyambut datangnya kiamat. Kelemahan jiwa itu malah disembunyikan dengan menuding perempuan.
Kiamat itu janji pasti Allah yang menanti waktu kebenarannya. Kendati mengaku beriman pada Hari Akhir; bukannya fokus memperbanyak amal, orang-orang malah sibuk mereka-reka kapan hari dahsyat itu terjadi. Salah satunya pertanda kiamat yang dipahami melalui hadits Rasulullah saw. Hadits ini riwayat Imam Tirmidzi dengan status hasan shahih. Juga diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat ialah hilangnya ilmu dan menyebarluasnya kebodohan, maraknya perzinaan, diminumnya khamar, banyaknya jumlah perempuan dan sedikitnya laki-laki sehingga lima puluh wanita diurus oleh satu pria."   

Mungkin Banyak
Berdasarkan hadits tersebut, ada empat hal yang merupakan pertanda kiamat. Namun, entah mengapa justru bagian akhir yang paling disorot orang, yaitu banyaknya jumlah wanita dibanding pria hingga 50:1.
Kalangan yang setuju mengemukakan setumpuk alasan. Pertama, ada yang berpendapat bahwa Allah memang menakdirkan demikian. Pada akhir zaman anak laki-laki sedikit dilahirkan dan anak wanita sangat banyak dilahirkan. Krisis laki-laki akan mengancam eksistensi manusia menjelang jagad ini binasa.
Kedua, penyebab peperangan yang mengakibatkan banyak pria tewas. Pendapat ini didukung Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bariy dengan menyebut sedikitnya laki-laki karena fitnah yang menimbulkan peperangan. Kitab Syarah an-Nawawiy ‘ala Muslim juga berpendapat sama: banyaknya wanita karena perginya kaum pria berperang.
Ketiga, analisa ilmiah menyebutkan sejumlah kawasan memungkinkan jumlah perempuan lebih banyak. Jurnal Royal Society Biology Letters menunjukkan orang yang tinggal di daerah tropis memiliki anak perempuan lebih banyak. Dr. Navara yang telah meneliti rasio jenis kelamin dari 202 negara selama 10 tahun terakhir berasumsi, penyebabnya mungkin karena udara yang lebih panas atau hari yang lebih panjang. (lihat news.bbc.co.uk)
Keempat, janin perempuan diyakini lebih tangguh ketimbang janin laki-laki, hingga lebih berpeluang lahir selamat ke dunia. Selain itu, soal imunitas atau kekebalan tubuh wanita juga lebih tangguh menghadang penyakit hingga berkemungkinan umurnya lebih panjang.
Kelima, bumi yang kita tempati saat ini sudah disesaki berbagai jenis racun. Salah satunya wabah pencemar organik yang persisten (POPs) yang lebih doyan menyerang laki-laki.     
Saat dihubungi, Prof. Dr. Juli Soemirat, pakar kesehatan lingkungan [environmental health scientist] ITB, menyebutkan bahwa racun dioksin dan POPs lainnya mengakibatkan kualitas sperma menurun hingga 50 persen. Sperma yang ada pun tidak normal. Tahun 2005-2007, di Amerika, Jepang dan Kanada kelahiran bayi laki-laki berkurang 50 persen. Dua pertiga dari janin yang keguguran adalah laki-laki.
Kalau mau dikembangkan, halaman website ini tak akan cukup memuat argumen bahwa perempuan memang bisa lebih banyak. Tapi, dari semua kemungkinan, betulkah jumlah perempuan sudah melimpah?
Kalangan yang menolak tak kalah sengit membantah. Peperangan juga berimbas pada wanita, kalau pun tak ikut bertempur, mereka malah seringkali menjadi korban. Perempuan tak dibekali dengan keterampilan melindungi diri hingga banyak yang mati sia-sia.
Sayangnya, data global hingga saat ini tak menyokong argumen jumlah wanita lebih banyak. Pada beberapa tempat terlihat perempuan lebih banyak. Tampaknya ini hanya kasus tertentu dalam ruang lingkup kecil. Bukankah pada tempat, situasi dan kondisi lain laki-laki juga lebih melimpah?
Di Indonesia sendiri penduduk laki-laki 110.873.335 jiwa dan perempuan 111.177.963 jiwa. Selisihnya tidak terlalu mencolok, boleh dikatakan masih berimbang.
Perbedaan jumlah cukup besar dimana laki-laki 100 dengan wanita 131 terjadi di Northern Mariana Islands. Tapi negara kecil di benua Ocenia itu hanya berpenduduk 82.459 jiwa. Sebaliknya Qatar yang penduduknya 885.359 jiwa, pebandingannya 54 wanita dengan 100 laki-laki. (lihat statistik.ptkpt.net)  
 
Kalau dilihat secara global, penduduk dunia ini keseluruhannya justru jumlah perempuan lebih sedikit. Data tahun 2006, berdasarkan informasi dari badan statistik masing-masing negara dan organisasi internasional, perbandingannya 100 laki-laki dengan 99 perempuan (lihat statistik.ptkpt.net). Jadi jumlah laki-laki sedikit masih unggul.
Akhirnya, memang sulit menemukan perbandingan 50:1 antara perempuan dengan laki-laki. Barangkali bilangan tersebut lebih tepat dimaknai sebagai majaz atau kiasan bahwa suatu saat perempuan memang berpotensi jadi mayoritas.
Bias Misoginis
Sangat bagus muncul banyak pendapat soal hadits di atas. Setelah kiamat terjadi barulah kita bisa memastikan analisa siapakah yang paling tepat. Saat ini kita justru menyorot efek lain dari pemahaman hadits, karena tanpa disadari ada pihak yang dirugikan.
Lemahnya perbekalan keimanan dan kepicikan pemikiran berujung pada kian ngawur-nya pemahaman. Persoalannya menjadi runcing bila muncul jumping conclusion (kesimpulan meloncat) bahwa dari banyak wanita pertanda kiamat menuju banyak wanita sebagai penyebab kiamat. Pendapat ini kian melenceng, bila wanita yang berjumlah banyak itu juga akan menyebarluaskan perbuatan zina serta kebodohan.
Akibatnya, pemahaman hadits model ini menjadi misoginis (menebar kebencian terhadap perempuan). Inilah yang kita khawatirkan; orang berjubah agama menghunuskan pemahaman dangkal dan memaksakan kekeliruan pemikirannya. Cara kasar begini akan membuat masyarakat awam yang tak terbiasa berpikir kritis ikut terjebak dalam prasangka.
Cara pandang begini berasal dari kekeliruan ganda yang menyedihkan. Pandangan seolah kiamat sesuatu yang buruk hingga berimbas buruk pula pada banyaknya wanita. Lebih ngawur lagi orang yang mengatakan banyak perempuan mempercepat kiamat.
Selanjutnya, berbagai preseden pun buruk akan terus menjamur. Pertama, stigma ini membuat harkat perempuan diremehkan. Tentu setali tiga uang akan berpotensi menyuburkan berbagai perilaku tak bermartabat yang cenderung diskriminatif.
Kedua, orang makin khawatir dengan banyaknya perempuan. Aksi antipati dimulai dengan lebih memilih bayi laki-laki daripada perempuan. Jangan heran orang lebih memilih sengaja menggugurkan janin perempuan. Kalau pun sempat lahir ke dunia, wanita akan jauh dari berbagai akses kesejahteraan.
Ketiga, bagi perempuan akan tumbuh kesan bahwa agamanya Islam kurang bersahabat dengan identitas gender yang dimilikinya. Hal ini akan menimbulkan keguncangan batin terkait dengan keyakinan akidah. Mereka bisa kecewa dengan agama yang dicintainya.
Ini jelas perkara yang tak mengenakkan hati, terutama bagi pejuang perempuan. Kenapa urusan kiamat dikaitkan pula dengan melimpahnya perempuan? Rasulullah mustahil mengatakan sesuatu yang merugikan kaum hawa. Manusia agung itu diutus Allah mengusung agenda mulia memperjuangkan martabat perempuan.

Mengikat Makna
Terlihat jelas hadits di atas bicara tentang tanda kiamat dan bukan penghakiman atas perempuan. Penyelewengan pemahaman terjadi karena kita lari dari hikmah yang hendak dituju oleh Rasul. Hadits ini merupakan hatsu alias motivasi agar umat Islam menyiapkan diri menyambut kiamat, kapan pun datangnya.
Hadits tersebut menyebutkan kiamat ditandai dengan penyelewengan dan ketidakseimbangan di muka bumi. Ilmu pengetahuan maju, tapi manusia justru mempertontonkan kebodohannya. Lembaga pernikahan tersedia, tapi orang malah memilih zina. Banyak minuman sehat tapi yang memabukkan paling laris.
Terakhir, banyaknya jumlah wanita dan merosot drastisnya jumlah pria.
Allah menciptakan alam semesta dengan keseimbangan yang sempurna. Jika jumlah laki-laki anjlok, itu pertanda ada yang tidak beres. Maka ketidakberesan itulah yang harus diselesaikan. Seperti dengan menghentikan peperangan, menjaga kesehatan janin, memperbaiki pola hidup sehat dan menjalin ikatan sosial yang baik.
Kiamat sama sekali tak akan bisa tertunda dengan menjadikan perempuan minoritas di dunia. Andai dibutuhkan sesuatu yang hendak disalahkan, maka selaras dengan hadits; para pezina, pemabuk dan orang yang membodohi rakyatlah yang paling layak menerimanya. Karena merekalah yang paling terbukti menebar keonaran.
Al-Qur’an begitu jelas mengatakan bahwa kiamat pasti datang, bukan karena perempuan atau siapapun, melainkan memang demikian janji Allah. Tak satu pun manusia tahu tanda pasti kapan waktunya. “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat.” (QS. Luqman: 34).
Bahkan kelengahan kita (akibat sibuk berdebat soal pertanda dan bukan memperbanyak amal) yang akan membuat kedatangan kiamat amat mengejutkan. Karena, “Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.” (QS. Al-A’raf : 187).

BILA ISTRI MENOLAK "AJAKAN" SUAMI...


 
Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada istrimu.” (HR at-Tirmizi)
Ani, sebut saja begitu, agak tak enak hati menyuguhkan kopi hangat untuk suami tercintanya pagi itu. Pasalnya, sang suami, Mas Hendra, nampak cuek. Wajahnya pun masam seperti orang kesal. Sebagai istri, Ani yakin muara kemuraman itu karena dia. Sudah tiga hari belakangan ini ia menampik ajakan Mas Hendra untuk berhubungan intim. Pertama, ia merasa lelah. Esok malamnya merasa tidak mood. Sedang malam ketiga ia tidur lebih awal dari biasanya.  
Untuk menebus rasa bersalahnya, Ani pun tampil cantik dan berusaha bergairah di depan Mas Hendra. Namun karena mungkin terlanjur kesal, sang suami tidak menggubrisnya. Ani pun jadi meradang karena tidak mendapat tanggapan.  
Rasa hati tak karuan itu segera ia bagi pada sahabatnya, Aisyah, yang sudah lebih lama berumahtangga. Sebagai sahabat, sang teman menasehatinya untuk segera meminta maaf. Apalagi perbuatan Ani itu termasuk berdosa.
Alasan yang dikemukakan Aisyah itu tentu saja bersandar pada sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari, “Jika suami memanggil istrinya untuk tidur bersama (bersenggama), lalu istri menolak sehingga semalam itu suami menjadi jengkel (marah) pada istrinya, maka para malaikat mengutuk pada istri itu hingga pagi hari.”
Sebagai suami dan kepala rumahtangga, tentu Hendra punya otoritas penuh atas istrinya. Tak salah kalau ia marah. Tapi di satu sisi, kadang ia lupa bahwa sang istri tentu punya alasan di balik penolakannya, dan inilah yang kurang dipahami.
Menurut Syeikh Sa’ad Yusuf Abdul Aziz dalam Shahih Washaya ar-Rasul lin Nisa, seorang istri boleh saja menolak ajakan suaminya berhubungan badan sepanjanghal itu merupakan uzur syar’i atau sesuatu yang dibolehkan agama.
Jika perintah sang suami berbau hal-hal maksiat, seperti menyuruh istri meninggalkan shalat, membuka jilbab, membolehkan teman-teman suaminya untuk masuk ke dalam rumahnya ketika suami tidak ada, atau memerintahkannya untuk memutus tali silaturahim, barulah hal itu tidak perlu didengar atau dipatuhi. Sebab sabda Nabi saw, “Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya pada hal-hal yang baik saja (ma’ruf).” (HR Bukhari dan Muslim)
Senada dengan itu, pendiri Pusat Kajian Hadits, DR. H. Lutfi Fathullah MA, mengatakan bahwa ketika suami tidak ‘diberi’ di saat syahwatnya timbul, maka bisa muncul dua kemungkinan; apakah dia sanggup menahannya, ataukah dia tidak bisa menahan, alih-alih malah terjerumus ke arah perzinaan. “Maka pilihannya kalau tidak mau berzina, istri harus memberikan haknya,” ungkapnya.
Lagi pula, kendati tidak ada asbabul wurud, hadits permintaan bersenggama dari suami ini sebenarnya bisa saja dita’wilkan sebagai ‘senjata’ untuk menolak permintaan suami. Mengapa?
Di mata Lutfi, sebagaimana fakta umum di masyarakat, tak dimungkiri bahwa hasrat terbesar suami terhadap istrinya adalah keinginan menyalurkan nafsu seks.
Maka ketika keinginan tersebut tidak terpenuhi, mereka pun kecewa dan marah. Sedang kecenderungan hasrat terbesar istri pada suami adalah ekonomi atau yang lainnya, sementara seks bisa jadi prioritas kesekian. Sebab itu, tatkala keinginan istri tidak terpenuhi, mereka kerap menggunakan alasan tidak mau memenuhi kebutuhan seks suaminya.

Hak yang Sama
Pada hakikatnya, hubungan dua insan tidak akan terwujud bila salah satunya tidak menikmati. Keduanya harus saling terlibat berpartisipasi. Badriyah Fayumi, dalam Fikih Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender mengatakan bahwa mu’asyarah bi al-ma’ruf yang dijalankan suami-istri adalah harus saling memberi dan menerima, saling mengasihi dan menyayangi, tidak saling menyakiti, tidak saling memperlihatkan kebencian, dan masing-masing tidak saling mengabaikan hak dan kewajibannya. Tak terkecuali dalam masalah hubungan seks.
Maka, sebenarnya jika istri ‘minta’ tapi suami tidak memberi, juga dihukumi berdosa. Karena seks dalam sebuah pernikahan merupakan hak kedua belah pihak. Hanya saja, pihak istri jarang sekali ‘meminta’ lebih dulu. Hal ini disinyalir karena umumnya istri lebih kuat untuk menahan nafsunya ketimbang suami.
“Suami kalau sudah minta, kadang harus dituruti, bahkan lepas kendali kalau tidak dituruti,” tegas Luthfi yang menamatkan S2 di Jordan University itu.
Di zaman rasulullah pun pernah terjadi hal serupa. Ketika seorang sahabat bernama Abdullah bin Amr bin ‘Ash pernah tidak memberikan nafkah kepada istrinya. Rasulullah menegurnya keras, karena istri pun punya hak yang sama.
Dalam Al-Fiqhul Islami karangan DR. Wahbah az-Zuhaili, ihwal hubungan seks itu sendiri dalam pandangan mazhab fiqih Islam berbeda-beda. Mazhab Maliki mengatakan bahwa suami wajib menggauli istrinya, selama tidak ada halangan atau uzur, sebagaimana zahir teks hadits. Namun dari sini timbul pemahaman, bahwa ketika seorang istri menghendaki hubungan seks, suami pun wajib memenuhinya.
Sementara mazhab Syafi’i mengatakan bahwa kewajiban suami menyetubuhi istrinya pada dasarnya hanyalah sekali saja selama mereka masih menjadi suami-istri. Kewajiban ini hanyalah untuk menjaga moral istrinya.
Pandangan ini dilatarbelakangi oleh prinsip bahwa melakukan hubungan seks adalah hak seorang suami. Istri, menurut pendapat ini disamakan dengan rumah atau tempat tinggal yang disewa. Alasan lain adalah bahwa orang hanya bisa melakukan hubungan seks apabila ada dorongan syahwat (nafsu), dan ini tidak bisa dipaksakan. Akan tetapi, sebaiknya suami tidak membiarkan keinginan seks istrinya itu agar hubungan mereka tidak berantakan.
Adapun mazhab Hanbali menyatakan bahwa suami wajib menggauli istrinya paling tidak sekali dalam empat bulan, apabila tidak ada uzur. Jika batas maksimal ini dilanggar oleh suami, maka antara keduanya harus diceraikan. Mazhab ini mendasarkan pandangannya pada ketentuan ila’ (sumpah untuk tidak menggauli istri).

Keengganan istri melayani suami tentu saja memiliki alasan. Sebab itulah seorang suami harus bisa memahami alasan dibalik penolakan istrinya. Secara umum, istri kerap menolak ‘ajakan’ suami dalam kondisi seperti berikut:

1. Istri Hamil
Postur tubuh istri yang bertambah besar ditambah adanya si jabang bayi di dalam perut tentu agak menyulitkan melakukan senggama. Karenanya dalam kondisi hamil, hasrat seksual istri cenderung menurun. Namun hubungan intim selama hamil dibenarkan agama.
Dalam Fatwa-fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita yang dikarang Musa Shalih Syaraf, dibolehkan suami-istri melakukan hubungan intim, kecuali jika ada pertimbangan kesehatan yang melarang sehingga menimbulkan beberapa bahaya bagi istri. Yang demikian itu bisa saja dilakukan dengan meminta saran kepada dokter spesialis kandungan, karena masa-masa kehamilan itu dituntut mengikuti nasehat-nasehat medis.

2. Istri Capek/Lelah
Mengurus rumahtangga dan anak bukanlah perkara mudah yang bisa dikerjakan dengan santai. Selain menguras tenaga dan waktu, pikiran pun harus terfokus penuh pada perkembangan anak. Mulai dari bangun tidur sampai kembali waktu tidur tiba. Tak heran jika energi istri pun terkuras tak bersisa. Apalagi istri yang punya peran ganda. Selain sebagai ibu rumahtangga, istri pun terlibat menopang kehidupan dapur keluarga.
Tak heran ketika ada sedikit kesempatan istirahat, mereka lebih memilih rehat ketimbang mengurus diri sendiri, bahkan tak jarang keberadaan suami pun terabaikan.
 Maka sebagai suami bijak, sudah sepatutnya tak terburu-buru menanggapi sikap istri dengan amarah. Justru memahami kesulitan sang istri bisa menjadi jalan terbukanya komunikasi yang baik. Pada akhirnya bahkan hubungan di atas ranjang pun tak mudah terganjal.

3.Istri Sakit
Dalam masalah ibadah apa pun, sakit adalah uzur yang sangat bisa dimaklumi. Kondisi badan yang tidak fit memang tidak memungkinkan seseorang beraktivitas. Apalagi jika sakit itu sudah amat membahayakan. Sudah sepatutnya suami memahami kondisi ini.

4. Istri Haid
Bersenggama dalam kondisi istri sedang haid adalah haram, sebagaimana al-Qur’an menyatakan, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.” (QS. al-Baqarah: 222)
Alasan di balik pengharaman ini dikarenakan darah haid itu memiliki bau yang tidak sedap dan dapat mendatangkan beberapa penyakit yang berbahaya bagi suami dan istri. Namun, Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, jika ada orang yang akhirnya melakukan senggama pada waktu haid, disunnahkan baginya bersedekah setengah atau satu dinar.
 
Sejatinya hubungan seks bukanlah sekedar penyaluran syahwat. Hubungan seks antar suami-istri juga merupakan ungkapan cinta kasih agar pondasi rumahtangga semakin kokoh.
Mengungkapkan rasa cinta tentu saja tidak bisa dengan bahasa kasar dan memaksa. Sebab itulah hadits terkait menggunakan lafaz da’aa (meminta, mengajak). Hal ini, bagi Lutfi, sekaligus menyanggah anggapan kalangan yang menyatakan bahwa perkosaan dalam rumahtangga itu ada. Adapun lafaz rajul (laki-laki, suami) sebagai subyek, tak lain merupakan ungkapan kebiasaan.
“Dalam banyak firman-Nya, Allah menggunakan lafaz sesuai kebiasaan, misalnya was sariqu was sariqatu, laki-laki dan perempuan pencuri, lelaki disebut lebih dulu karena yang biasa mencuri laki-laki, baru kemudian disusul dengan perempuan, namun di tempat lain kadang perempuan dulu yang disebutkan,” jelas ustadz yang mengenyam studi S3 di Universitas Kebangsaan Malaysia.
Jika hubungan seks telah sama-sama dipahami sebagai kebutuhan bersama, akan sangat mudah mengkomunikasikan segala kendala yang datang. Maka saat uzur syar’i seperti haid jadi kendala, tentu saja keduanya tetap bisa melakukan hubungan intim selama tidak memasuki wilayah yang dilarang (antara pusar-lutut).
Bahkan ketika salah satu pasangan tidak mood, bisa saja gairah dibangkitkan selama keduanya sama-sama mau terbuka membicarakannya. Perbincangan ringan bukan tidak mungkin melahirkan candaan-candaan mesra, yang pada akhirnya bisa membangkitkan gairah untuk bercinta.

Franck Ribery, Islam Memberi Kekuatan Di Lapangan Hijau



Bagi para pencinta sepakbola, Franck Ribery tentu bukanlah sosok asing terdengar di telinga. Gelandang penyerang asal Perancis yang kini bermain di klub Bayern Muenchen ini telah menorehkan banyak prestasi di rumput hijau. Di usianya yang ke-27, ia sudah mengoleksi banyak gelar di dunia sepak bola. Di tahun 2004 dan 2005, ia meraih gelar Fortis Piala Turki bersama Galatasaray. Kini ia membawa Bayer Muenchen ke final liga champion 2012.
Tahun 2005, ia mengantarkan Olympique Marseille dalam meraih Piala Intertoto. Kemudian Piala Liga Jerman bersama Bayern Muenchen di tahun 2007. Belum lagi Piala Bundesliga Jerman di tahun 2008. Ia bahkan dinobatkan sebagai pemain terbaik Perancis tahun 2007 dan 2008, di samping ia pun diberi gelar pesepakbola terbaik Jerman di tahun yang sama.

 “Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan di luar lapangan sepak bola,” ujar pemain sepak bola terkenal ini.
Memang, Perancis bermain kurang apik di perhelatan Piala Dunia di Afrika Selatan beberapa waktu lalu. Sejumlah kalangan menyayangkan tim Perancis sebagai armada yang pesakitan di laga tingkat dunia itu. Ribery, sebagai pemain tim Perancis, menyajikan permainan yang tak bagus. Namun, sosok Ribery masih tetap saja ada di hati para penggemarnya. Sejumlah pujian bersandar di pundaknya.
Pemain legenda Perancis, Zinedine Zidane, menyebut Ribery sebagai ‘Mutiara Sepakbola Perancis’.  Masyarakat Perancis memprediksi dia akan menjadi penerus sang legenda yang akan membawa kejayaan sepakbola di masa mendatang.
“Saya tidak tahu apakah saya layak sebagai pengganti Zizou (Zidane). Namun, jika semua orang berpikiran seperti itu, saya sangat bangga dan benar-benar tersanjung. Zizou adalah pemain hebat dan pribadi yang mengagumkan. Saya akan mengeluarkan semua kemampuan terbaik di lapangan dan berusaha ramah kepada semua orang,” tukas ayah dua anak ini, seperti yang dilansir Reuters.
Dilihat dari performanya, Ribery memang memiliki kemampuan mumpuni dalam menggiring dan menyuplai bola. Umpan silangnya kian yahud. Belum lagi aksinya dalam mengelabui lawan yang makin ciamik. Maka tak heran, Perancis patut menaruh harapan besar pada pria kelahiran 7 April 1983 ini sebagai bintang yang cemerlang di masa mendatang.
Tapi, tahukan Anda, bahwa Ribery adalah sosok pribadi yang berbeda dibanding beberapa tahun terakhir ini? Di tengah gemuruh aksi lapangan hijau, Ribery tak lupa mengadahkan kedua tangannya sebelum laga dimulai. Ada apa dengan Ribery?

Spirit Doa

Ya, Ribery ternyata seorang muslim. Ia berikrar memeluk Islam setelah bermain di klub asal Turki, Galatasaray, pada tahun 2005. Secara singkat, Ribery mengatakan, dia memilih agama yang dibawaNabi Muhammad tersebut karena dia menemukan kedamaian di dalamnya. Bagi dia, Islam adalah sumber kekuatan dan keselamatan.
“Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan di luar lapangan sepak bola. Saya mengalami kehidupan yang cukup keras dan saya harus menemukan sesuatu yang membawa saya pada keselamatan, dan saya menemukan Islam,” kata pria bermata biru ini.
Ribery memulai karier sepak bolanya dengan bergabung dalam tim Boulogne di tanah kelahirannya. Kemudian ia pindah ke tim Ales, Brest and FC Metz. Kepindahannya ke Olympique Marseille membawanya ke posisi pertama bintang sepak bola Perancis paling populer pada akhir 2005. Ribery terpilih untuk memperkuat tim Perancis pada Piala Dunia FIFA tahun 2006 yang digelar di Jerman.
Pada 2006 itulah, jati diri Ribery yang telah menjadi mualaf dan memeluk agama Islam terkuak dan menjadi pemberitaan di tengah pertandingan pembukaan antara tim Perancis melawan tim Swiss saat acara Piala Dunia 2006.
Ketika itu Ribery tersorot publik tengah menengadahkan kedua tangannya sebelum pertandingan dimulai. Ribery tengah berdoa, seperti yang dilakukan seorang muslim pada umumnya. Saat itulah, publik pencinta sepak bola terkaget-kaget dengan sikapnya itu. Namun, berkat kecemerlangannya dalam bermain bola, publik pun tak menghiraukan perilaku dan kebiasaan Ribery yang tergolong berbeda itu.
Rutinitas berdoa sebelum pertandingan itu akhirnya terkuak juga. Kabar Ribery masuk Islam menyeruak sejak awal tahun 2006. Kabar itu mula-mula dilansir L'Express. Majalah tersebut menyebut adanya pemain nasional Perancis yang secara teratur beribadah di masjid selatan Marseille.
Ribery pun akhirnya mengaku sebagai penganut Islam. Ia mengaku merasa menemukan kedamaian dalam agama Islam dan menjadi spiritnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, tak terkecuali saat bermain bola.
Kendati aksi berdoanya di lapangan hijau menarik perhatian publik Perancis, Ribery tetap enggan mengemukakan keyakinan barunya itu secara terbuka. Ia mengatakan bahwa keimanan barunya adalah perkara pribadi, dan tak perlu diperbesarkan di hadapan publik.
Akibatnya, sejumlah spekulasi pun bermunculan. Ada yang menyebut bahwa perubahan keyakinan Ribery terjadi sejak ia bermain bersama klub Galatasaray pada tahun 2005. Ia membantu klub raksasa Turki itu hingga menang dan meraih Piala Turki. Semasa menetap di Turki, pemain kelahiran Perancis, 7 April 1983 itu dikabarkan kerap berbaur dan berdiskusi dengan komunitas muslim di sana.
Ada pula yang menyebutkan bahwa ia memeluk Islam lantaran peran istrinya, yaitu Wahiba Belhami, yang asli Maroko. Di sana, Ribery berkenalan dengan Wahiba yang kemudian ia persunting. Konon, Wahiba berperan besar menuntun Ribery mengenal ajaran Islam. Dari pernikahan tersebut, Wahiba dikaruniai dua anak, Hizsya dan Shahinez.
Kedua versi itu tak pernah dibantah atau dibenarkan oleh Ribery. Yang jelas, kepada majalah Paris Match, ia mengungkapkan bahwa Islam telah membawanya pada kedamaian dan keselamatan. “Islam menjadi sumber kekuatan saya di dalam maupun di luar lapangan. Saya menjalani karier yang berat. Saya kemudian berketetapan hati untuk menemukan kedamaian. Akhirnya, saya menemukannya dalam Islam,” ujar pemain yang dijuluki Scareface (Si Codet) ini.

‘Bilal’ Sepak Bola

Sosok Ribery sebagai selebriti sepabola tergolong jauh dari kata hura-hura. Ia dikenal oleh sahabat dan rekan satu tim sebagai pribadi yang santun, rendah hati, dan rajin melaksanakan shalat lima waktu, di manapun dan dalam kondisi apapun. Semenjak menjadi muslim, namanya pun ditambah menjadi Franck ‘Bilal’ Ribery.
Kata ‘Bilal’ yang melekat dalam namanya itu tentu bukan sekedar nama begitu saja. Ada makna penting di dalamnya. Bilal adalah tokoh penting dalam sejarah Islam. Dia adalah orang pertama yang mengumandangkan adzan, yaitu seruan untuk melaksanakan ibadah shalat.
Dalam sebuah wawancara dengan media di Jerman, Ribery mengaku rajin melaksanakan ibadah shalat. Sebelum pertandingan dimulai, ia tak lupa untuk melaksanakan shalat. Namun, demi menjaga toleransi, ia tak menjalankan shalat di ruang ganti stadion, melainkan di kamar hotel sebelum ia berangkat untuk bertanding.
“Saya tidak shalat di ruang ganti stadion. Saya hanya shalat di rumah atau sebelum pertandingan di kamar hotel,” ujarnya, menjawab pertanyaan wartawan Harian Jerman, Bild. Saat ditanya doa apa yang ia ucapkan saat pertandingan akan dimulai, Ribery hanya menjawab singkat, “Hanya doa-doa kecil dan singkat.”
Pada awal tahun 2009, Ribery dan teman satu timnya di Bayern Munchen, Hamid Altıntop sempat bertandang ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Perjalanan umrah yang ia lakukan tentu saja merupakan bagian dari ketaatan seorang muslim. Ia menunaikan ibadah umrah setelah babak pertama pertandingan persahabatan di Jeddah, Arab Saudi.
Keimanan dan kepribadian Ribery sebagai seorang muslim tampaknya tak perlu diragukan. Di tengah padatnya jadwal pertandingan, bapak dua anak ini tak pernah lupa dengan kewajibannya sebagai muslim. Ia senantiasa melaksanakan shalat lima waktu, di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Baginya, shalat merupakan tiang agama yang harus ditegakkan.
Di Perancis sendiri, jumlah komunitas muslim terus membengkak. Perancis merupakan tempat tinggal 6-7 juta muslim, dan tercatat sebagai pemeluk muslim terbesar di Eropa. Namun, kebanyakan mereka menyembunyikan jati diri kemuslimannya karena kentalnya stereotip yang melekatkan muslim dengan terorisme.
Steve Bradore, aktivis muslim Perancis dari Organisasi Syuhada, mengaku salut padanya. Menurut dia, sudah sepatutnya publik Perancis merasa bangga padanya. Dia adalah contoh yang membanggakan muslim Perancis berdasarkan persembahan unik dan kesederhanaannya. “Dia adalah sumber kebanggan kami karena penampilannya yang khas dan kerendahhatiannya,” kata Steve kepada Islamonline.net.
Pria yang di wajahnya ada bekas luka karena kecelakaan mobil yang dialaminya waktu kecil itu, sudah dianggap sangat penting untuk pencinta sepak bola di Hollywood. Di sebuah surat kabar, ada sebuah komentar berbunyi: “Bayern Muenchen tanpa Ribery seperti sekelompok anak-anak tanpa ibu."
Claus Leggewie, sosiolog sekaligus Direktur Institut Ilmu Budaya di Jerman, menulis sebuah essai tentang fenomena Ribery sebagai pesepakbola dunia yang menjadi muslim. Menurut dia, ketakutan terhadap Islam merupakan keseharian Jerman sejak abad pertengahan, meski saat ini masyarakatnya sudah berada dalam situasi dan pendidikan yang lebih baik.
Fenomena berdoa dengan cara Islam yang dilakukan Ribery seharusnya tidak dibesar-besarkan. Dalam teori permainan sepak bola, kedua tim yang beradu di lapangan berlaku peraturan mutlak, siapa yang berhasil mencetak gol di gawang lawan, mempersiapkan atau mencegah gol di gawang sendiri, berhak berdoa menurut keyakinannya.
“Di dunia Barat, Islam memang kerap dipandang sebagai ancaman. Tapi ketika pesepakbola berdoa kepada Allah, itu menjadi pengakuan keyakinan yang dirayakan,” tulisnya. Karena itu, apa yang dilakukan Ribery, baik dia menjadi muslim maupun perilakunya yang selalu menengadahkan kedua tangan saat di lapangan hijau, itu adalah hak seorang pemain.[ ]
Foto: akimlinovsisa.wordpress.com