Ini kisah dari Tetangga dan Teman kami....
Beberapa hari yang lalu pembantu di rumah (kami semua sudah ke kantor
dan anak-anak masuk sekolah) menerima telepon dari orang tidak dikenal
yang mengaku guru anak saya bernama Agus. Orang bernama Agus itu
mengabarkan anak saya jatuh dari tangga di sekolah dan pingsan dan
sekarang dia dibawa ke rumah sakit. Agus meninggalkan nomor telepon
untuk segera dihubungi.
Tentu saja pembantu di rumah panik, mana hanya dia sendiri di rumah.
Namun pembantu saya masih bisa berpikir normal lalu menelpon istri saya
di kantor. Istri saya mengabarkan bahwa itu penipuan, sebab tidak ada
guru anak kami bernama Agus (itulah pentingnya mengetahui nama-nama guru
di sekolah anak kita). Untuk lebih menyakinkan lagi, istri saya
menelpon gurunya di sekolah, ternyata anak kami sehat-sehat saja tuh.
Ini kejadian kedua orang tidak dikenal menelpon ke rumah kami. Tahun
yang lalu juga ada kejadian yang mirip, kali ini “menimpa” anak saya
yang nomor dua. Jam sembilan pagi si penelpon mengabarkan bahwa anak
saya yang sedang naik sepeda ditabrak oleh mobil dan sekarang sedang
berada di rumah sakit. Dia mengaku sebagai orang yang membawa anak saya
itu ke rumah sakit, kemudian meninggalkan nomor telepon untuk dihubungi
kembali. Kebetulan waktu itu istri saya sedang berada di rumah karena
sedang sakit, jadi pembantu yang menerima telpon langsung memanggil
istri saya. Jelas sekali ini penipuan, sebab anak saya tidak mungkin
main sepeda pada jam belajar sekolah. Sekolahnya sangat ketat sebab
tidak membolehkan murid keluar areal sekolah selama jam sekolah. Jadi,
mana mungkin dia berkeliaran di jalan raya pada jam segitu?
Modus penipuan model begini sudah sering terjadi dan korbannya sudah
banyak. Modusnya mengabarkan anak atau anggota keluarga kita kecelakaan,
lalu kita disuruh menghubungi nomor yang dia berikan. Kalau kita panik
maka masuklah kita dalam perangkap si penipu. Orang yang kita hubungi
itu ujung-ujungnya mengaku dokter dan mengatakan bahwa anak kita akan
dioperasi, tetapi rumah sakit membutuhkan biaya operasi (untuk membeli
obat, alat, dan sebagainya) yang harus ditransfer saat itu juga. Dokter
gadungan itu menebar “ancaman” bahwa jika operasi telat dilakukan maka
nyawa anak kita tidak bisa diselamatkan. Siapapun orangtua pasti tambah
panik dan langsung ke ATM untuk mentransfer uang ke rekening dokter
palsu.
Berdasarkan cerita yang saya dengar dari korban maupun dari cerita
orang-orang, modus penipuan yang saya ceritakan di atas tergolong mudah
dipatahkan karena “korban” dan keluarga masih dalam satu kota/lokasi.
Bagaimana jika korban terpisah dalam jarak yang jauh? Modus yang pernah
saya dengar adalah sebagai berikut:
Targetnya adalah anak atau anggota keluarga yang tinggal di kota lain
(mungkin karena kuliah atau bekerja di kota yang jauh). Penipu itu
terorganisir melalui jaringan dan sudah mengenal nomor telpon kerabat si
target (keluarganya atau teman-temannya). Mula-mula si target ditelpon
oleh seseorang yang mengaku polisi. Polisi itu meminta si target
mematikan HP-nya dengan alasan sedang melacak sinyal telepon pelaku
kejahatan (teroris, penebar narkoba, dsb). Selain si target, polisi
gadungan itu juga menghubungi kerabat korban yang tinggal sekota
(seperti teman kos, teman kuliah, teman kerja) dan meminta mematikan HP
mereka selama satu jam dengan alasan yang sama.
Setelah HP si target dan kerabatnya mati, penipu yang mengaku dokter
bernama X menelpon orangtua korban dan mengabarkan si target ditabrak
mobil dan sekarang berada di rumah sakit. Dokter gadungan mengatakan si
target akan dioperasi tetapi terkendala peralatan medis yang harus
diimpor dari Singapura. Dokter gadungan meminta si orangtua mentransfer
uang segera supaya alat medis dapat dipesan dan diterbangkan langsung
dari Singapura secepatnya agar operasi dapat dilakukan.
Orangtua yang masuk perangkap penipu tentu jalan pikirannya tidak
jernih lagi sebab dilanda kepanikan. Ketika HP si anak dihubungi, mati,
begitu pula ketika teman-teman si anak dihubungi untuk menanyakan
kepastian kecelakaan itu ternyata HP mereka juga mati, tambah paniklah
si orangtua. Kondisi makin mencekam setelah dokter gadungan menelpon
beberapa kali dengan mengabarkan kondisi si anak yang makin kritis. Jika
orangtua masuk dalam perangkap penipu, maka puluhan juta uang melayang
via ATM ke rekening penipu.
Seharusnya orangtua menenangkan diri terlebih dahulu lalu mencoba
berpikir nomal bahwa rumah sakit manapun tidak punya prosedur
menghubungi keluarga untuk meminta biaya operasi. Biaya operasi
ditanggung rumah sakit, baru setelah pasien keluar dari rumah sakit
biaya operasi dibebankan kepada keluarga korban. Tetapi, penipu
memanfaatkan keawaman orang Indonesia yang tidak paham prosedur di rumah
sakit. Lebih bagus lagi kalau orangtua memiliki nomor kontak rumah
sakit yang dituju, lalu menanyakan apakah betul ada dokter bernama X.
Kalau memang ada, tanyakan lagi apakah ada korban kecelakaan bernama
anak kita, dan sebagainya. Intinya adalah cek dan ricek itu penting.
0 komentar:
Posting Komentar