Minggu, 31 Maret 2013

Menipu dengan Kabar Anak Kecelakaan, Modus yang Sudah Basi (Namun Banyak Juga Korbannya)

Ini kisah dari Tetangga dan Teman kami....

Beberapa hari yang lalu pembantu di rumah (kami semua sudah ke kantor dan anak-anak masuk sekolah) menerima telepon dari orang tidak dikenal yang mengaku guru anak saya bernama Agus. Orang bernama Agus itu mengabarkan anak saya jatuh dari tangga di sekolah dan pingsan dan sekarang dia dibawa ke rumah sakit. Agus meninggalkan nomor telepon untuk segera dihubungi.
Tentu saja pembantu di rumah panik, mana hanya dia sendiri di rumah. Namun pembantu saya masih bisa berpikir normal lalu menelpon istri saya di kantor. Istri saya mengabarkan bahwa itu penipuan, sebab tidak ada guru anak kami bernama Agus (itulah pentingnya mengetahui nama-nama guru di sekolah anak kita). Untuk lebih menyakinkan lagi, istri saya menelpon gurunya di sekolah, ternyata anak kami sehat-sehat saja tuh.
Ini kejadian kedua orang tidak dikenal menelpon ke rumah kami. Tahun yang lalu juga ada kejadian yang mirip, kali ini “menimpa” anak saya yang nomor dua. Jam sembilan pagi si penelpon mengabarkan bahwa anak saya yang sedang naik sepeda ditabrak oleh mobil dan sekarang sedang berada di rumah sakit. Dia mengaku sebagai orang yang membawa anak saya itu ke rumah sakit, kemudian meninggalkan nomor telepon untuk dihubungi kembali. Kebetulan waktu itu istri saya sedang berada di rumah karena sedang sakit, jadi pembantu yang menerima telpon langsung memanggil istri saya. Jelas sekali ini penipuan, sebab anak saya tidak mungkin main sepeda pada jam belajar sekolah. Sekolahnya sangat ketat sebab tidak membolehkan murid keluar areal sekolah selama jam sekolah. Jadi, mana mungkin dia berkeliaran di jalan raya pada jam segitu?
Modus penipuan model begini sudah sering terjadi dan korbannya sudah banyak. Modusnya mengabarkan anak atau anggota keluarga kita kecelakaan, lalu kita disuruh menghubungi nomor yang dia berikan. Kalau kita panik maka masuklah kita dalam perangkap si penipu. Orang yang kita hubungi itu ujung-ujungnya mengaku dokter dan mengatakan bahwa anak kita akan dioperasi, tetapi rumah sakit membutuhkan biaya operasi (untuk membeli obat, alat, dan sebagainya) yang harus ditransfer saat itu juga. Dokter gadungan itu menebar “ancaman” bahwa jika operasi telat dilakukan maka nyawa anak kita tidak bisa diselamatkan. Siapapun orangtua pasti tambah panik dan langsung ke ATM untuk mentransfer uang ke rekening dokter palsu.
Berdasarkan cerita yang saya dengar dari korban maupun dari cerita orang-orang, modus penipuan yang saya ceritakan di atas tergolong mudah dipatahkan karena “korban” dan keluarga masih dalam satu kota/lokasi. Bagaimana jika korban terpisah dalam jarak yang jauh? Modus yang pernah saya dengar adalah sebagai berikut:
Targetnya adalah anak atau anggota keluarga yang tinggal di kota lain (mungkin karena kuliah atau bekerja di kota yang jauh). Penipu itu terorganisir melalui jaringan dan sudah mengenal nomor telpon kerabat si target (keluarganya atau teman-temannya). Mula-mula si target ditelpon oleh seseorang yang mengaku polisi. Polisi itu meminta si target mematikan HP-nya dengan alasan sedang melacak sinyal telepon pelaku kejahatan (teroris, penebar narkoba, dsb). Selain si target, polisi gadungan itu juga menghubungi kerabat korban yang tinggal sekota (seperti teman kos, teman kuliah, teman kerja) dan meminta mematikan HP mereka selama satu jam dengan alasan yang sama.
Setelah HP si target dan kerabatnya mati, penipu yang mengaku dokter bernama X menelpon orangtua korban dan mengabarkan si target ditabrak mobil dan sekarang berada di rumah sakit. Dokter gadungan mengatakan si target akan dioperasi tetapi terkendala peralatan medis yang harus diimpor dari Singapura. Dokter gadungan meminta si orangtua mentransfer uang segera supaya alat medis dapat dipesan dan diterbangkan langsung dari Singapura secepatnya agar operasi dapat dilakukan.
Orangtua yang masuk perangkap penipu tentu jalan pikirannya tidak jernih lagi sebab dilanda kepanikan. Ketika HP si anak dihubungi, mati, begitu pula ketika teman-teman si anak dihubungi untuk menanyakan kepastian kecelakaan itu ternyata HP mereka juga mati, tambah paniklah si orangtua. Kondisi makin mencekam setelah dokter gadungan menelpon beberapa kali dengan mengabarkan kondisi si anak yang makin kritis. Jika orangtua masuk dalam perangkap penipu, maka puluhan juta uang melayang via ATM ke rekening penipu.
Seharusnya orangtua menenangkan diri terlebih dahulu lalu mencoba berpikir nomal bahwa rumah sakit manapun tidak punya prosedur menghubungi keluarga untuk meminta biaya operasi. Biaya operasi ditanggung rumah sakit, baru setelah pasien keluar dari rumah sakit biaya operasi dibebankan kepada keluarga korban. Tetapi, penipu memanfaatkan keawaman orang Indonesia yang tidak paham prosedur di rumah sakit. Lebih bagus lagi kalau orangtua memiliki nomor kontak rumah sakit yang dituju, lalu menanyakan apakah betul ada dokter bernama X. Kalau memang ada, tanyakan lagi apakah ada korban kecelakaan bernama anak kita, dan sebagainya. Intinya adalah cek dan ricek itu penting.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar