Kamis, 06 Juni 2013

Fenomena Pemboman, Pembunuhan, Pembajakan dan Bom Bunuh Diri

Oleh
Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz


Sebagian anak muda dan jama’ah dakwah menerapkan matode perjuangan dengan cara pemboman terhadap bangunan pemerintah atau swasta, dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pejabat atau yang lainnya. Mereka menyatakan bahwa ini termasuk jihad, lalu menghalalkan harta, jiwa serta melaksanakan amalan jihad menentang pemerintah atau penguasa yang dianggap kafir, dengan anggapan mendapatkan pahala atas perbuatan tersebut.
Sudah pasti, fenomena pemboman, pembunuhan dan penculikan tersebut menimbulkan kekacauan, ketakutan dan ketidak amanan. Serta menyebabkan orang-orang dalam keadaan takut dan tidak tenang. Karena, orang yang ingin masuk ke dalam bengunan pemerintah atau selainnya, menjadi takut bila terjadi peledakan di bangunan tersebut. Jika mengendarai kendaraan, maka ditakutkan terjadi penculikan, pembunuhan atau peledakan atas mobilnya. Jika bepergian dengan pesawat, mengkhawatirkan pesawat tersebut sebelumnya telah direncanakan dibajak atau diledakkan. Demikianlah, sehingga kehidupanpun berhenti, orang tidak dapat bekerja dengan lapang dan tenang.

Disini mesti kita pertanyakan, mengapa dibunuh dan diculik? Apakah karena kekufuran dan kemurtadannya? Atau karena ia telah merampas harta, kehormatan dan agama? Apakah ia telah diminta bertaubat? Siapa yang telah memintanya bertaubat? Apakah tidak memungkinkan terjadinya pembunuhan terhadap orang lain ketika penculikan tersebut? Kemudian apa maslahat yang dicapai darinya? Dan apakah dibolehkan khianat? Seluruh pertanyaan ini dan yang lainnya, harus dijawab sebelum melaksanakan operasi seperti ini.

Syaikh Shalih As Sadlaan menyatakan: "Ketika mereka berangkat membunuh jiwa-jiwa untuk mewujudkan keinginan mereka, yaitu menyusahkan pemerintah, lalu mereka menghalalkan darah orang-orang Islam yang masih memberikan loyalitas kepada pemerintah dan bekerja di departemen pemerintahan. Terkadang mereka orang-orang Islam yang shalat. Mengapakah mereka menghalalkan darahnya? Karena pemerintah tersebut tidak berhukum dengan syari’at Allah?! Karena pemerintah itu berhukum dengan undang-undang buatan manusia, dan karena pemerintah itu memperbolehkan keberadaan minuman keras di negerinya dan perzinahan secara terang-terangan di negerinya?!"[2]

Beliau menyatakan lagi:
Kita bertanya kepada mereka yang melakukan perbuatan seperti ini. Apa kejahatan mereka? Apa yang mereka dapatkan dari aksi ini? Dan apa hasil yang dicapai dari pembunuhan jiwa muslim? Padahal dijelaskan dalam hadits:

لذَهَابُ الدُّنْيَا كلهَا أَهْوَنُ مِنْ سَفْكِ دَمِّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ ِ

"Hancurnya seluruh dunia lebih ringan dari penumpahan darah seorang muslim".[3]

Sungguh mereka yang melakukan perbuatan itu tidak mampu mengukur atau melihat hasilnya tersebut. Kami mengajak mereka untuk menjelaskan hasil sejak pertama memberontak kepada pemerintah dan akibat yang terjadi dari perbuatan merusak, seperti pemboman, pembunuhan dan pembajakan serta yang sejenisnya. Bukankah hasil yang dirasakan adalah kerusakan dan madharat yang besar kepada orang umum dan khusus? Sungguh kerusakan yang dihasilkan akibat manhaj ini jauh lebih besar dari kemaslahatan yang mereka inginkan, jika disana ada maslahat yang mu’tabar.[4]

Disini ada permasalahan penting, yaitu sebagian orang memandang perbuatan ini termasuk bagian dari jihad. Dan pelakunya, seperti pemboman atau pembunuhan tersebut, jika terbunuh maka dianggap syahid di jalan Allah. Untuk menjelaskan masalah ini, dan apakah termasuk mati syahid, maka wajib bagi kita untuk mengetahui, apa yang dimaksud mati syahid di jalan Allah?

Syaikh Abu Bakar Al Jazairi, juru nasihat Masjid Nabawi di Madinah berkata: “Apabila terjadi, seorang mujahid terbunuh di medan pertempuran yang terjadi antara kaum muslimin dengan musuhnya, yaitu orang kafir, maka terdapat dua keadaan. Pertama. Kaum muslimin menyerang negeri kafir untuk memasukkan penduduknya ke dalam rahmat Allah, yaitu Islam agama Allah dan kebahagian dunia akhirat. Kedua. Orang kafir menyerang negeri kaum muslimin, seperti perang Uhud, lalu kaum muslimin melawannya, sehingga orang yang gugur dalam perang tersebut sebagai orang yang mati syahid.

Maka yang kedua ini seperti yang pertama, yaitu menurut syari’at termasuk mati syahid, sehingga tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan, serta dikuburkan bersama darah dan pakaiannya tersebut. Di sisi Allah, mereka ini hidup dan tidak mati, berdasarkan firmanNya, yang artinya: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb-nya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka". [Ali Imran :169, 170].

Disana terdapat satu syarat yang harus ada pada kedua keadaan tersebut. Yaitu, peperangan tersebut harus dengan izin imam kaum muslimin dan di bawah panji penglima mereka. Seandainya seorang muslim berperang sendirian, atau bersama beberapa orang tanpa izin imam kaum muslimin, maka peperangan tersebut batil. Jika ia mati, maka tidak dianggap syahid selamanya. Hal itu karena kurangnya syarat, (yakni) izin imam tersebut. Apalagi jika disana terdapat perjanjian damai antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir tersebut untuk gencatan senjata dan tidak saling mengganggu.

Dari sini, maka pembunuhan dan pemboman yang membunuh anak kecil, orang tua, laki-laki atau perempuan yang dilakukan sebagian pemuda Islam di negeri kaum muslimin, dan dilakukan dengan membawa syi’ar jihad dan memerangi orang zhalim yang tidak berhukum dengan hukum Islam, serta menuntut penerapan hukum Islam dan menegakkan pemerintahan Islam, semuanya adalah amalan yang batil dan rusak. Sama sekali tidak bisa dibenarkan penisbatannya kepada Islam, syari’at Allah dan agamaNya yang benar. Demikian juga, serorang muslim tidak dibolehkan membenarkan dan mendukungnya, meskipun dengan satu kata atau satu dirham. Itu semua hanyalah kezhaliman, kejelekan dan kerusakan di muka bumi ini.

Lebih dari itu -demi Allah- sama sekali tidak akan menumbuhkan kebaikan, apalagi mewujudkan hukum Islam dan pemerintahan Islami. Kenyataan telah membuktikannya. Karena jalan mewujudkan hukum Islam dan pemerintahan Islamiyah, ialah dengan cara masyarakat dan umat ini menyerahkan dan menghadapkan hati dan wajah mereka kepada Allah, sehingga hati dan jiwa mereka menjadi suci, terwujud persatuan dan lurusnya perkara mereka. Hal ini tampak pada kebangkitan mereka melaksanakan kewajiban, meninggalkan yang haram, memenuhi cahaya ilmu Ilahi pada diri mereka dan seluruh aspek kehidupan mereka.

Wahai hamba Allah! Inilah jalan menuju penerapan hukum Islam dan mewujudkan pemerintahan Islami.

Pandangan selayang kepada sirah (sejarah) Rasulullah dan sahabatnya mendukung hakikat ini dan mengharuskannya. Sungguh, Nabi n menghabiskan 13 tahun di Mekkah setelah kenabiannya, dengan merasakan gangguan, penentangan dan kecongkakan orang-orang musyrik. Tidak pernah sekalipun Beliau mengatakan kepada salah seorang sahabatnya “Culik fulan!” atau “Bunuh fulan”. Lalu Beliau berhijrah membawa agama dan dirinya ke Madinah, tinggal dan menetap disana. Dan tidak pernah memerintahkan seseorang dari sahabatnya untuk membunuh atau menculik seorang dari musuhnya, sampai turun perintah Allah untuk itu dalam firmanNya, yang artinya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnaya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Al Hajj:39). Itu setelah terbentuk satu umat di bawah kepemimpinan Beliau yang bijaksana.

Ini hukum umum. Hendaklah kaum muslimin mengetahuinya, khususnya para ulama mereka yang memilih bolehnya hukum pengeboman dan penculikan ini, dan perbuatan yang menghasilkan pertumpahan jiwa, dan terpenuhinya penjara-penjara serta kejadian-kejadian yang mencoret Islam dengan aib dan kejelekan. Islam berlepas diri dari itu semua”.[5]

Demikianlah mati syahid di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan Syaikh Abu Bakar Al Jazairi. Tidaklah ada setelah kebenaran, kecuali kesesatan!

Syaikh Shalih Al Fauzan ditanya: Apakah gerakan bawah tanah disyari’atkan dalam Islam? Khususnya di negeri yang Islam dan kaum muslimin ditekan?

Beliau menjawab: “Allah berfirman, yang artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al Baqarah : 286) dan : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (At Taghabun : 16).

Kaum muslimin dengan para musuhnya, memiliki dua keadaan. Pertama. Kaum muslimin tidak memiliki negara yang melindungi mereka dan tidak memiliki kekuatan yang membela mereka dari para musuhnya. Pada keadaan seperti ini, wajib bagi kaum muslimin berdakwah kepada Allah dan menjelaskan Islam dengan lisan saja, sebagaimana keadaan kaum muslimin bersama Nabi di Makkah sebelum hijrah. Dalam keadaan seperti ini, mereka tidak boleh melakukan penculikan dan gerakan bawah tanah yang menyeret kepada kemudharatan dan dijajah musuh. Karena, mudharat penculikan dan gerakan bawah tanah ini lebih besar dari kemaslahatannya. Kedua. Kaum muslimin memiliki negara dan kekuatan serta kemampuan. Dalam keadan seperti ini, diwajibkan atas mereka dua hal, yaitu berdakwah dan jihad di jalan Allah tanpa dusta dan khianat, seperti keadaan Nabi dan kaum muslimin setelah hijrah ke Madinah.

Pembagian yang saya sampaikan ini diambil dari sirah (sejarah) Nabi bersama kaum kafir. Beliau merupakan contoh teladan bagi kaum muslimin sampai hari kiamat, sebagaimana firman Allah, yang artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al Ahzab:21].

Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk berhijrah dari negeri kafir ke negeri kaum muslimin jika memungkinkannya. Apabila tidak mungkin, maka ke negeri kafir yang lebih ringan bahayanya terhadap agamanya, sedapat mungkin dalam rangka mempertahankan agamanya”.[6]

CONTOH SEBAGIAN PERUSAKAN DAN HUKUMNYA
Berikut ini kami jelaskan sebagian contoh operasi perusakan yang kita saksikan dan kita dengar setiap hari melalui alat komunikasi, dengan menjelaskan hukumnya dan pendapat para ulama dalam masalah tersebut.

1. Pembunuhan Duta Besar dan Korp Diplomatik.
Tidak boleh membunuh atau merampas harta para duta besar dan korp diplomatik bila masuk ke negara Islam dengan perjanjian keamanan.

Dalam masalah ini, Imam Ibnu Qudamah berkata : “Jika seorang kafir harbi masuk ke negeri Islam dengan perjanjian keamanan, lalu menyimpan hartanya kepada seorang muslim, atau seorang ahli dzimmah, atau menghutangkan keduanya, kemudian ia kembali ke negara kafir harbi, maka kita lihat, jika ia masuk sebagai pedagang atau utusan (delegasi) atau wisata atau karena hajat kebutuhan yang ia tunaikan, kemudian kembali ke negara Islam, maka ia aman dalam jiwa dan hartanya, karena ia tidak keluar demikian dari niat tinggal di negeri Islam, sehingga disamakan dengan ahli dzimmah, jika masuk negeri dengan sebab tersebut.

Seorang duta besar atau delegasi, seperti mukmin, baik ia membawa risalah atau berjalan diantara dua kelompok yang berperang untuk perdamaian, atau berusaha menghentikan peperangan dalam waktu yang memungkinkan untuk memindahkan orang yang terluka dan terbunuh, atau karena tugas-tugasnya sebagai diplomatik, dan juga pada orang yang melaksanakan sesuatu dengan nama diplomatik dalam istilah modern.

Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan hadits Nu’aim bin Mas’ud, bahwa Rasulullah berkata kepada utusan (delegasi) Musailamah :

لَوْلَا أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ أَعْنَاقَكُمَا

"Seandainya para utusan (delegasi) boleh dibunuh, tentulah aku akan memotong leher kalian berdua".[7]

Rasulullah, setelah membaca surat Musailamah, berkata kepada kedua utusan tersebut:

مَا تَقُولَانِ أَنْتُمَا قَالَا نَقُولُ كَمَا قَالَ

"Apa pendapat kalian berdua?” Keduanya menjawab: “Kami berpendapat sebagaimana yang ia sampaikan”. Maksudnya, kedua utusan itu mengakui kenabian Musailamah Al Kadzab.

Ketika kaum Quraisy mengutus Abu Rafi’ kepada Rasulullah, lalu masuklah iman ke hatinya, maka ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي وَاللَّهِ لَا أَرْجِعُ إِلَيْهِمْ وَ أَبْقَى مَعَكُمْ مُسْلِمًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَا أَخِيسُ بِالْعَهْدِ وَلَا أَحْبِسُ الْبُرُدَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمْ آمِيْنًا فَإِنْ وَجَدْتَ بَعْدَ ذَلِكَ فِي قَلْبِكَ مَا فِيْهِ الْآنَ فَارْجِعْ إِلَيْنَا

"Wahai, Rasulullah. Saya tidak ingin kembali, dan ingin tinggal bersama kalian sebagai muslim”. Lalu Rasulullah bersabda, “Saya tidak akan melanggar perjanjian, dan tidak akan menahan utusan (delegasi). Maka kembalilah kepada mereka dalam keadaan aman. Jika kamu dapati setelah itu di hatimu apa yang ada sekarang, maka kembalilah kepada kami." [8]

Dalam kitab Al Kharaj, karya Abu Yusuf dan kitab As Siyar Al Kabir, karya Muhammad, terdapat pernyataan: Apabila utusan tersebut memiliki persyaratan, maka wajib bagi kaum muslimin untuk menunaikannya dan mereka tidak dibenarkan berkhianat terhadap utusan musuh. Meskipun orang kafir membunuhi tawanan muslim yang ditahan mereka, maka utusan mereka tidak boleh dibunuh, dengan dasar sabda Rasulullah:

وَفَاءٌ بِغَدَرٍ خَيْرٌ مِنْ غَدَرٍ بِغَدَرٍ

"Menunaikan sesuatu yang orang lain mengkhianati, lebih baik dari mengkhianati karena dikhianati".

Ibnu Qudamah berkata: “Jika orang yang mendapat keamanan (dari kaum muslimin) di negeri Islam mencuri atau membunuh atau merampok, kemudian kembali ke negaranya di negeri kafir, kemudian pulang kembali dalam keadaan mendapatkan keamanan kedua kali, maka ditunaikan apa yang menjadi keharusannya pada keamanan yang awal”.[9]

Syaikh Ibnu Jibrin ditanya : Apakah diangap membunuh para tokoh negara dan selainnya termasuk khianat? Apakah boleh membunuh orang kafir?

Beliau menjawab: “Tidak boleh membunuh orang yang diberi keamanan (musta’man) atau mu’ahid (yang punya perjanjian keamanan) atau ahli dzimah, apalagi seorang muslim. Telah dijelaskan dalam satu hadits:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يُرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

"Barangsiapa yang membunuh mu’ahid, tidak akan mencium bau syurga".[10]

Jika yang dimaksud kepala negara atau pejabat tinggi, maka dosanya lebih besar. Hal itu karena sudah pasti, yaitu seperti kepala satu perusahan yang besar atau yayasan, sehingga pembunuhannya menimbulkan kerugian terhadap negara. Jika seandainya ia berbuat sesuatu yang mengganggu, maka hal itu dilaporkan kepada mahkamah syari’at untuk diterapkan padanya hukum Allah”.[11]

2. Pembajakan Pesawat Dan Kapal Laut Serta Penyanderaan.
Ini salah satu terorisme dan mengikuti langkah orang-orang jahat, ketika menjadikan orang-orang yang tidak berdosa sebagai perisai dan menyerahkan jiwa-jiwa mereka kepada bahaya, baik mereka itu laki-laki atau perempuan, besar atau kecil, dari kaum muslimin atau orang yang tidak boleh dibunuh. Dalam perbuatan ini terdapat tipuan yang tercela dan merusak keamanan, menghancurkan kemaslahatan negara dan manusia. Pada umumnya, perbuatan ini tidak menghasilkan kemaslahatan yang berarti. Karena itu, kita memandangnya sebagai sesuatu yang terlarang dan kejahatan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ قِيْلَ لهَا لَا أَنْتِ أَطْعَمْتِهَا وَلَا سَقَيْتِهَا حِينَ حَبَسْتِيهَا وَلَا أَنْتِ أَرْسَلْتِهَا فَأَكَلَتْ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

"Seorang wanita diadzab karena kucing yang ia kurung sampai mati, lalu ia masuk neraka karena itu. Dikatakan kepadanya: Tidak kamu beri makan dan minum ketika kamu mengurungnya, dan tidak pula kamu lepas sehingga makan dari serangga tanah".[12]

Perbuatan wanita ini menunjukkan kekerasan hati dan hilangnya rahmat darinya. Sedangkan rahmat tidak hilang, kecuali dari hati orang yang celaka. Perbuatan mereka, tidak lebih baik dari perbuatan wanita tersebut.

Sebaliknya dari kisah di atas, terdapat riwayatkan Al Bukhari dari hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

"Ketika seseorang berjalan, lalu merasa sangat dahaga. Kemudian ia turun ke satu sumur dan minum darinya, kemudian keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing menjulurkan lidahnya makan tanah karena kehausan. Lalu ia berkata: “Sungguh anjing ini telah tertimpa seperti yang menimpaku,” maka ia memenuhi khuf (kaus kaki kulitnya), kemudian ia gigit dengan mulutnya, kemudian naik dan memberi minum anjing tersebut. Kemudian Allah menerima amalannya sehingga mengampuninya. Maka para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Apakah kami akan mendapat pahala dari binatang?” Beliau menjawab,”Setiap (memberi minum) makhluk hidup, ada pahalanya." [13]

Wahai, orang yang berakal! Ambillah pelajaran dari semua ini.[14]

Syaikh Ibnu Baz berkata: “Sudah dimaklumi, semua orang yang mempunyai pengetahuan, bahwa pembajakan pesawat dan menghalangi manusia dari bepergian dan lain-lainnya termasuk kejahatan besar dunia yang mengakibatkan kerusakan besar, kemadharatan yang banyak, mengorbankan orang yang tidak berdosa, dan sangat mengganggu mereka.

Sebagaimana telah dimaklumi, madharat dan keburukan kejahatan ini tidak hanya menimpa satu negara saja dan satu kelompok saja, melainkan juga menimpa seluruh dunia. Sudah pasti, demikianlah akibat kejahatan ini. Maka wajib bagi pemerintah dan para pemimpin dari kalangan para ulama dan yang lainnya, agar memberikan perhatian serius dan mengeluarkan segala kekuatan untuk menghentikan kejelekan kejahatan ini dan menghancurkannya.

Allah telah menurunkan kitabNya yang mulia sebagai penjelas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin, dan mengutus NabiNya Muhammad sebagai rahmat bagi alam semesta, hujjah atas hamba-hambaNya. Allah juga mewajibkan seluruh jin dan manusia untuk berhukum dan mengembalikan hukum kepada syari’at Muhammad, serta mengembalikan perselisihan kepada KitabNya dan Sunnah RasulNya Muhammad, sebagaimana firmanNya, yang artinya: Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa’:65), dan firmanNya, yang artinya: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin? (Al Maidah:50), serta firmanNya, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa’:59).

Para ulama bersepakat, makna mengembalikan kepada Allah, adalah kembali kepada KitabNya yang mulia, dan mengembalikan kepada RasulNya, yaitu kembali kepada Beliau n pada masa hidupnya dan kepada Sunnah Beliau yang shahih setelah wafatnya.

Demikian juga Allah befirman, yang artinya: Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Asy Syura:10).

Seluruh ayat di atas dan yang semakna dengannya menunjukkan wajibnya mengembalikan perselisihan manusia kepada Allah dan RasulNya. Hal itu dengan merujuk kepada hukum Allah dan menghindari semua yang menyelisihinya dalam semua perkara. Yang terpenting lagi seperti perkara yang madharat dan kejelakannya bersifat umum, seperti pembajakan.

Sudah menjadi kewajiban bagi negara yang berhasil menangkap para pembajak untuk menghukum mereka dengan syari’at Allah, karena akibat yang ditimbulkan kejahatan besar mereka berupa hak-hak Allah dan hambaNya, madharat yang banyak dan kerusakan yang besar. Tidak ada solusi yang dapat menghancurkan dan menghentikan keburukannya, kecuali yang ditetapkan Allah dalam KitabNya dan yang disampaikan oleh sebaik-baik makhluk, Nabi Muhammad n . Itulah solusi yang wajib difahami oleh para pembajak, korban pembajak dan orang yang memiliki hubungan dengan mereka serta lainnya. Demikian juga, jika mereka mukmin, hendaknya berlapang dada dengan hukum tersebut. Apabila mereka bukan kaum mukminin, maka Allah telah memerintahkan NabiNya untuk menerapkan hukum pada mereka, sebagaimana firman Allah, yang artinya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. ( Al Maidah : 49), dan firmanNya, yang artinya : Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil. (Al Maidah:42).

Berdasarkan keterangan di atas, maka wajib atas negara tempat beradanya para pembajak membentuk komisi yang terdiri dari para ulama syari’at Islam untuk meneliti perkara ini dan mempelajari aspek-aspeknya, serta hukum syari’atnya. Para ulama tersebut memiliki kewajiban untuk menghukumi perkara ini sesuai dengan dalil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dan memperhatikan penjelasan para ulama tentang ayat muharabah (ayat tentang hukuman bagi pelaku kerusakan di bumi, seperti perampok dll.) dari surat Al Maidah, juga penjelasan para ulama dalam seluruh madzhab dalam bab hukmu qutha’ ath thariq, kemudian mengeluarkan hukum yang dikuatkan dengan dalil-dalil syari’at.

Sedangkan pemerintah (penguasa) yang menjadi tempat berlindung para pembajak, berkewajiban menerapkan hukum syar’i karena taat kepada Allah, mengagungkan perintahNya menerapkan syari’atNya, menghapus kejahatan besar, semangat memberi keamanan dan merahmati korban pembajakan serta menenangkan mereka.

Adapun undang-undang yang dibuat manusia tentang hal itu tanpa bersandar kepada kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, maka semuanya merupakan buatan manusia, dan orang Islam tidak boleh berhukum dengannya. Sebagiannya tidak lebih baik dari yang lainnya untuk dijadikan hukum, karena semuanya termasuk hukum jahiliyah dan hukum thaghut, yang Allah peringatkan dan nasabkan kepada orang munafik yang senang berhukum kepadanya, sebagaimana firman Allah, yang artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu. Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul," niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An Nisa’:60-61).

Orang Islam tidak boleh menyerupai musuh-musuhnya (kaum munafiqin) dengan berhukum kepada selain Allah dan menolak hukum Allah dan RasulNya. Tidak boleh juga berhujjah (berdalih) dengan keadaan kebanyakan kaum muslimin sekarang yang berhukum kepada undang-undang buatan manusia, karena hal ini tidak menghalalkan dan menjadikannya boleh. Bahkan itu termasuk kemungkaran yang paling besar, walaupun kebanyakan orang terjerumus padanya. Dan terpuruknya kebanyakan orang pada satu perkara, tidak menunjukkan dibolehakannya (perkara tersebut), sebagaimana firman Allah, yang artinya: Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalanNya dan mereka hanya mengikuti prasangka dan mereka hanya mengira-ngira saja. (Al An’am:116).

Setiap hukum yang menyelisihi syari’at Allah, adalah termasuk hukum jahiliyah. Allah berfirman, yang artinya: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Al Maidah:50).

Allah mengkhabarkan, bahwa berhukum kepada selain hukum Allah adalah kufur, zhalim dan fasiq dalam firmanNya, yang artinya: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44) dan, Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim. (Al Maidah:45) dan, Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al Maidah:47).

Ayat-ayat di atas dan yang semakna, mewajibkan kaum muslimin agar waspada, sehingga tidak berhukum dengan selain hukum Allah, berlepas darinya, bersegera kepada hukum Allah dan RasulNya. berlapang dada dan pasrah menerimanya.

Apabila kejadiannya memiliki madharat yang merata, seperti pembajakan, maka kewajiban merujuk kepada Allah dan RasulNya lebih kuat dari selainnya dan lebih wajib lagi. Karena, Allah adalah Al Hakim Al Khabir, Ahkamul Hakimin, Arhamur Rahimin. Allah mengetahui apa saja yang menjadi kemaslahatan hambaNya, dan menolak madharat dari mereka, serta menghentikan kerusakan pada saat itu atau yang akan datang. Sehingga wajib mengembalikan hukum dalam perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Allah dan Sunnah RasulNya, karena pada keduanya terdapat kecukupan, pelega dan solusi terbaik atas segala permasalahan, serta penghilang semua kejelekan bagi orang yang berpegang teguh kepadanya, istiqamah, menghukum dengannya dan berhukum kepadanya. Sebagaimana telah dijelaskan hal itu dalam ayat-ayat muhkam.

Karena besar dan bahayanya kejahatan ini, saya memandang wajibnya menyebarkan pernyataan seperti ini untuk menasihati umat dan melepas tanggung jawab, serta mengingatkan orang umum akan kewajiban ini. Juga untuk tolong-menolong bersama para pemimpin umat dalam kebaikan dan taqwa”.[15]

Syaikh Ibnu Jibrin ditanya: Sebagian orang melakukan pembajakan pesawat atau kapal laut dengan maksud menekan instansi yang bertanggung jawab terhadap pesawat dan kapal tersebut, dan terkadang mengancam membunuh para penumpangnya. Bahkan kadang-kadang dibunuh langsung hingga tuntutannya dipenuhi. Apa hukum perbuatan ini? Khususnya perbuatan ini membuat ketakukan para penumpang?

Beliau menjawab:
Negara berkewajiban memberikan tindakan prefentif secukupnya, untuk menahan para pemberontak tersebut dan menangkap mereka. Sebagaimana juga wajib menambah personil kelompok penerbang dengan orang yang dapat melindungi mereka, dan dapat melawan orang-orang yang berusaha membajak tersebut. Demikian juga, mereka harus melakukan pemeriksaan yang sempurna sebelum terbang, jangan membiarkan seorangpun melewati satu tempat, kecuali setelah dipastikan tidak membawa senjata atau hanya sekedar besi, kecuali setelah diketahui. Walaupun demikian, sebagian kejadian dapat dilakukan dengan upaya penyelamatan yang dilakukan sebagian pilot dengan merubah arah penerbangan. Sehingga bila disana ada tentara atau penumpang yang mampu mengalahkan mereka, maka rencana para pembajak tersebut bisa digagalkan.

Sudah pasti pembajakan ini merupakan kesalahan, kebodohan, kesesatan di luar batas, mengganggu keamanan para penumpang dan mengancam dengan sesuatu, yang para penumpang tersebut tidak mampu melaksanakan dan menunaikannya. Wallahu a’lam.

3. Bom Bunuh Diri. [17]
Yazid bin Abi Habib meriwayatkan dari Aslam Abu Imran, beliau berkata:

غَزَوْنَا الْقُسْطَنْطِينِيَّةَ وَعَلَى الْجَمَاعَةِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَالرُّومُ مُلْصِقُو ظُهُورِهِمْ بِحَائِطِ الْمَدِينَةِ فَحَمَلَ رَجُلٌ عَلَى الْعَدُوِّ فَقَالَ النَّاسُ مَهْ مَهْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يُلْقِي بِيَدَيْهِ إِلَى التَّهْلُكَةِ فَقَالَ أَبُو أَيُّوبَ سُبْحَانَ الله! إِنَّمَا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِينَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ لَمَّا نَصَرَ اللَّهُ نَبِيَّهُ وَأَظْهَرَ الْإِسْلَامَ قُلْنَا هَلُمَّ نُقِيمُ فِي أَمْوَالِنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ فَالْإِلْقَاءُ بِالْأَيْدِي إِلَى التَّهْلُكَةِ أَنْ نُقِيمَ فِي أَمْوَالِنَا وَنُصْلِحَهَا وَنَدَعَ الْجِهَادَ فَلَمْ يَزَلْ أَبُو أَيُّوبَ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى دُفِنَ بِالْقُسْطَنْطِينِيَّةِ فَقَبْرُهُ هُنَاكَ.

"Kami memerangi Konstantinopel yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Khalid bin Al Walid. Sedangkan tentara Rumawi menyandarkan punggung mereka ke tembok kota (menanti kaum muslimin menyerang). Lalu ada seorang yang menyerang musuh sendirian. Orang-orang berkata: “Mah mah!! La ilaha illallah, ia ingin menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam kebinasaan!” Abu Ayyub berkata: “Subhanallah! Ayat ini turun pada kami, kaum Anshar, ketika Allah memenangkan NabiNya dan agamaNya,” kami menyatakan: “Marilah kita urusi harta kita, lalu turunlah firman Allah: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al Baqarah:195)”. Menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan adalah dengan berdiam mengurusi harta dan mengembangkannya dan meninggalkan jihad di jalan Allah. Lalu Abu Ayyub terus berjihad di jalan Allah sampai dikubur di Konstantinopel dan kuburannya ada disana".

Abu Ayyub mengkhabarkan kepada kita, bahwa menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan itu adalah meninggalkan jihad di jalan Allah, dan ayat turun berkaitan dengan hal itu. Diriwayatkan semisal ini dari Hudzaifah, Al Hasan, Qatadah, Mujahid dan Adh Dhahak. Imam At Tirmidzi meriwayatkan yang semakna dengan hadits ini, dan berkata: “Ini hadits hasan gharib shahih”.

Para ulama berselisih pendapat tentang seseorang yang dalam peperangan melakukan penyerangan terhadap musuh sendirian. Al Qasim bin Mukhaimarah, Al Qasim bin Muhammad dan Abdul Malik dari ulama madzhab Malikiyah berpendapat, seseorang diperbolehkan sendirian menyerang tentara yang banyak jika memiliki kemampuan dan niatnya ikhlas untuk Allah. Apabila tidak memiliki kekuatan, maka itu termasuk menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. (Tahlukah). Sedangkan yang lain ada yang berpendapat, jika menginginkan mati syahid dan berniat ikhlas, maka menyeranglah. Karena, maksudnya ia menyerang seorang dari mereka, dan itu jelas dalam firmanNya, yang artinya: Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah (Al Baqarah:207).

Ibnu Khawaiz Mandad berkata: “Apabila seseorang menyerang seratus atau sejumlah tentara atau sekelompok maling dan perampok serta khawarij, maka memiliki dua keadaan. (Yaitu) jika ia tahu dan diperkirakan ia akan membunuh yang diserang dan ia selamat, maka itu baik. Demikian juga seandainya ia tahu atau diperkirakan ia akan terbunuh [18], namun akan merusak atau memberikan bala’ (kepada musuh) atau memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi kaum muslimin, maka boleh juga.

Al Qurthubi berkata,”Telah sampai berita kepada saya, bahwa tentara kaum muslimin, ketika berjumpa dengan tentara Persia, kuda-kuda perang kaum muslimin lari karena ada gajah. Lalu seorang dari mereka sengaja membuat patung gajah dari tanah dan membiasakan kudanya sampai terbiasa (melihat gajah). Ketika esoknya kudanya tidak lari dari gajah, lalu ia menyerang gajah yang menyerangnya. Maka ada yang menyatakan, ‘Sungguh ia akan membunuhmu,’ maka ia menjawab,’Tidak mengapa aku terbunuh asal kaum muslimin menang’.”

Demikian juga pada perang Yamamah. Ketika Banu Hanifah berlindung di Hadiqah, seorang muslimin (yaitu Al Bara’ bin Malik) berkata: “Letakkan saya di Al Juhfah, dan lemparkan saya kepada mereka,” lalu mereka lakukan dan ia memerangi Banu Hanifah sendirian, dan berhasil membuka pintu bentengnya.

Saya (Al Qurthubi) berkata,”Termasuk dalam masalah ini juga, diriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,’Bagaiman pendapatmu jika saya terbunuh di jalan Allah dengan sabar dan mengharap pahala?’ Beliau menjawab,’Engkau mendapat Syurga’. Lalu ia terjun ke tengah-tengah musuh sampai terbunuh”.

Al Qurthubi berkata lagi: “Muhammad bin Al Hasan berkata: ‘Seandainya seorang sendirian menyerang seribu kaum musyrikin, maka tidak mengapa selama ia masih berharap selamat atau memberikan kekalahan kepada musuh. Apabila tidak demikian, maka itu dilarang. Karena, ia membiarkan dirinya untuk binasa tanpa memberi manfaat kepada kaum muslimin. Jika tujuannya untuk memotivasi kaum muslimin agar berani menyerang mereka, sehingga berbuat seperti yang ia perbuat, maka tidak jauh dari kebolehan dan karena ada kemanfaatan kepada kaum muslimin pada sebagian aspek. Adapun bila tujuannya menanamkan ketakutan pada musuh dan untuk menampakkan ketabahan dan kehebatan kaum muslimin dalam agamanya maka tidak jauh juga dari kebolehan. Apabila ada padanya kemanfaatan bagi kaum muslimin, lalu jiwanya hilang untuk kemulian agama dan merendahkan kekufuran, maka inilah kedudukan mulia, yang Allah memuji kaum mukminin dengan firmanNya, yang artinya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka. (At Taubah:111), dan yang lainnya dari ayat-ayat pujian Allah bagi orang yang berbuat demikian.

Berdasarkan hal ini, sudah sepatutnya hukum amar ma’ruf nahi munkar diharapkan memberikan manfaat pada agama, maka memperjuangkannya sampai mati merupakan derajat tertinggi orang yang mati syahid. Allah berfirman, yang artinya : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (Luqman:17).

Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

أَفْضَلُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَ رَجُلٌ تَكَلَّمَ بِكَلِمَةِ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ فَقَتَلَهُ

"Seutama-utama orang yang mati syahid adalah Hamzah bin ‘Abdul Muthalib dan orang yang menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang jahat, lalu pemimpin itu membunuhnya".[19]

Adapun membunuh sebagian tentara dan masyarakat dalam operasi seperti ini dengan kondisi kita sekarang ini, maka ia termasuk mengikuti jalan para pelaku kejahatan, karena semua itu tidak lepas dari tipu daya yang diharamkan, menimbulkan gangguan dan madharat terhadap orang yang tidak berdosa, tanpa kemaslahatan yang mu’tabar.

Syaikh Ibnu Jibrin ditanya : Ada seseorang yang mengikat dirinya dengan bom, kemudian masuk ke bangunan pemerintah atau non pemerintah, atau masuk ke kerumunan manusia yang berisi orang kafir dan yang lainnya, kemudian meledakkan dirinya. Bagaimana hukum perbuatan ini? Apakah perbuatan seperti ini dianggap jihad? Apakah pelakunya dapat dikatakan syahid, ataukah dianggap bunuh diri?

Beliau menjawab : “Secara zhahir itu termasuk bunuh diri, karena ia yakin jika hal itu akan membunuh dirinya sendiri sebelum yang lainnya. Namun terkadang dibolehkan jika dilakukan di wilayah kafir harbi, dan ia tahu akan terbunuh di tangan musuh tersebut, baik cepat atau lambat, atau akan mendapatkan adzab yang keras. Dan tidak mendapatkan jalan keluar, kecuali meledakkan dirinya dan membunuh selainnya dari kalangan musuh yang menyiksa kaum muslimin, sehingga dari mereka terbunuh sejumlah orang yang dapat melemahkan kekuatan mereka, atau mengurangi gangguan dan memberikan rasa takut atas mereka. Terkadang hal itu dimubahkan walaupun membunuh dirinya sendiri, jika ia tahu pasti akan dibunuh atau dijajah, lalu bermaksud melepaskan gangguan dan menyelamatkan dirinya. Perkaranya diserahkan kepada Allah.

Beliau ditanya lagi : Sebagian orang menyatakan dibolehkannya meledakkan diri sendiri dengan menganalogikan kepada kisah Ghulam Ukhdud. Bagaimana jawaban dalam hal itu?[20]

Dalam hal ini tidak ada Qiyas (analogi). Dalam kisah ghulam tersebut tidak ada bunuh diri. Yang ada, mereka membawanya untuk melemparkannya dari atas gunung, lalu Allah menyelamatkan. Kemudian mereka membawa ke laut untuk ditenggelamkan, dan Allah juga menyelamatkannya. Kemudian, ketika ia mengetahui bahwa mereka terus berusaha membunuhnya dan pasti membunuhnya dengan segala cara yang mereka miliki, dengan mengucapkan Bismillahi Rabbi Al Ghulam, maka ia berkata: “Kalian tidak akan bisa membunuhku sampai melakukan apa yang aku perintahkan. Kumpulkan orang di lapangan luas, kemudian ucapkan “Bismilahi Rabbi Al Ghulam”, kemudian panahlah aku”. Dia bermaksud memperdengarkan penyebutan nama Allah kepada orang-orang agar beriman sebagaimana akhirnya terjadi.

Adapun pemboman ini bersandar pada bunuh diri, walaupun maksudnya mencelakakan dan membunuh musuh. Terkadang bunuh diri yang demikian ini diperbolehkan, jika ia tahu akan diadzab sebelum dibunuh, dan pembunuhannya pasti terjadi. Wallahu a’lam.

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Sebagian orang berkata “Dia melakukan amal jihad dalam bentuk bunuh diri. Contohnya, seorang dari mereka memasang bom dalam mobilnya dan menyerang musuhnya dalam keadaan tahu, ia pasti akan mati dalam kejadian itu?”[21]

Beliau menjawab : “Pendapat saya dalam hal ini, bahwa ia telah bunuh diri dan akan diadzab di neraka jahannam dengan alat yang dipakai bunuh diri tersebut, sebagaimana telah disabdakan Rasulullah dalam hadits yang shahih. Namun orang yang tidak mengetahui dan melakukannya dengan anggapan itu baik dan diridhai Allah, saya berharap Allah mengampuninya, karena ia berbuat dengan ijtihadnya, walaupun saya pandang tidak ada udzur baginya pada zaman sekarang ini, karena bentuk bunuh diri ini telah terkenal dan diketahui orang, dan wajib bagi seseorang untuk menanyakannya kepada ulama, hingga jelas baginya yang benar dari yang tidak benar.

Ajaibnya, mereka membunuh diri mereka sendiri, padahal Allah melarangnya, sebagaimana firmanNya, yang artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An Nisa’:29).

Kebanyakan mereka hanya ingin membalas dendam kepada musuhnya dengan segala cara, baik haram atau halal. Sehingga ia hanya ingin melampiaskan dendamnya saja. Kita memohon kepada Allah untuk memberikan kepada kita pengetahuan dalam agama ini dan beramal dengan amal yang Dia ridhai. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

KESIMPULAN
Telah jelas bagi kita, bahwa masalah pemboman, pembajakan, penculikan dan sejenisnya termasuk amalan yang merusak dan ditolak secara agama dan akal. Tidak melakukannya, kecuali pengikut hawa nafsu atau musuh Islam dan kaum muslimin yang tidak menginginkan kebaikan untuk kaum muslimin. Adapun orang yang melakukannya dengan keyakinan pemerintahnya telah kafir, sehingga wajib baginya untuk memberontak, maka demikian ini merupakan pendapat yang menyelisihi agama Allah dan RasulNya, juga menyelisihi amalan para salaf umat ini.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan dari kitab Kaifa Nu’alij Waqiana Al Alim? karya Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz, Cetakan Pertama, Tahun 1418 H, tanpa penerbit, hlm. 98-121.
[2]. Syaikh Shalih As Sadlan, Muraja’at Fi Fiqh Al Waqi’ As Siyasi Wal Fikri, disusun oleh Dr. Abdullah Ar Rifa’i, hlm. 78.
[3]. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, no. 1.395; An Nasa’i, no. 3.997, 3.998 dan 4.000 dari hadits Abdullah bin Amru. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 2.619 dari hadits Al Bara’ bin ‘Azib. At Tirmidzi berkata,”Dalam bab ini ada hadits dari Sa’ad, Ibnu Abbas, Abu Sa’id, Abu Hurairah, Uqbah bin ‘Amir, Abdullah bin Mas’ud dan Buraidah.
[4]. Syaikh Shalih As Sadlan, Muraja’aat Fi Fiqh Al Waqi’ As Siyasi Wal Fikri, disusun oleh Dr. Abdullah Al Rifa’i, hlm. 78.
[5]. Surat kabar Al Muslimun, Edisi 590, Jum’at, 7 Muharram 1417 H atau 24 Mei 1996 M.
[6]. Surat kabar Al Muslimun, Edisi 32.
[7]. Diriwayatkan Abu Dawud, no. 2.761 dari hadits Nu’aim bin Mas’ud, dan Abu Dawud juga, no. 2.762 dan Ahmad dalam Musnad (1/391) dari hadits Abdullah bin Mas’ud. Ahmad Syakir berkata,”Sanadnya shahih.”
[8]. Diriwayatkan Abu Dawud, no. 2.758; Ahmad dalam Musnad (6/8), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, no. 1.630-Mawarid dan Al Hakim (3/598). Syaikh Al Albani berkata dalam Silsilah Ash Shahihah (702),”Isnadnya shahih. Para perawinya seluruhnya tsiqat, para perawi syaikhan, kecuali Al Hasan bin Ali bin Abi Rafi’, dan beliau tsiqat sebagaimana disebutkan dalam kitab At Taqrib. Hadits ini dibawakan Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (11/163); Al Arnaauth berkata,”Isnadnya shahih.”
[9]. Al Mughni, karya Ibnu Qudamah (8/401).
[10]. Diriwayatkan oleh Al Bukhari, 3.166 dari hadits Abdullah bin Umar.
[11]. Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il Asy Syaikh Ibnu Jibrin, Al ‘Aqidah (juz delapan) – manuskrip.
[12]. Diriwayatkan oleh Al Bukhari, 3.486 dan Muslim, 2.242 dari hadits Abdullah bin Umar.
[13]. Diriwayatkan Al Bukhari, 2.363 dan Muslim, 2.244.
[14]. Tahshil Az Zaad Li Tahqiq Al Jihad, disusun oleh Sa’id Abdulazhim, hlm. 206 dan 207.
[15]. Makalah Syaikh Bin Baaz yang dipublikasikan dalam Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawi’ah (1/276-289), sebagaimana juga dipunlikasikan oleh Majalah At Tauhid, diterbitkan Anshar As Sunnah Al Muhamadiyah, Mesir, hlm. 8, Edisi 10, Tahun 1393 H.
[16]. Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu Jibrin, Al ‘Aqidah (juz delapan) – manuskrip.
[17]. Tahshil Az Zaad Li Tahqiq Al Jihad, karya Sa’id Abdulazhim, hlm. 302-304.
[18]. Perkiraan kuat akan mendapat kebinasaan, tidak berarti melakukan pembelaan dengan memasang sabuk bom pemusnah. Karena yang wajib atasnya, ialah mencari sebab keselamatan semampunya, dengan tetap berusaha keras memberikan madharat dan gangguan terhadap musuh, meskipun hingga mengantarnya kepada kematian.
[19]. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Ausath (1/245), Al Hakim (3/195) dan dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 374. Sampai disini penukilan dari Tahshil Az Zaad, Pent.
[20]. Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il Asy Syaikh Ibnu Jibrin, (Aqidah juz delapan) –manuskrip.
[21]. Wawancara dengan Syaikh Ibnu Utsaimin yang dilakukan Majalah Ad Dakwah, Edisi 1.598, 28/2/1418H atau 3/7/1997M.

Bermula Dari Pengkafiran, Akhirnya Peledakan

PENGANTAR
Takfir atau mengkafirkan orang lain tanpa bukti yang dibenarkan oleh syari’at merupakan sikap ekstrim, dan akan selalu memicu persoalan, yang ujung-ujungnya ialah tertumpahnya darah kaum muslimin secara semena-mena. Berawal dari takfir dan berakhir dengan tafjir (peledakan).

Makalah berikut ini diterjemahkan dari sebuah booklet yang dikeluarkan oleh Markaz Al Imam Al Albani, Yordania, tentang Bayan Hai’ah Kibar Al Ulama Fi Dzammi Al Ghuluwwi Fi At Takfir (Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia tentang celaan terhadap sikap ghuluw –ekstrim- dalam mengkafirkan orang lain).

Lembaga ini diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah. Kemudian penjelasan Lembaga tersebut disajikan ulang dan diberi catatan oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari. Selamat menyimak.
____________________________________________

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام أشرف المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين، ولا عدوان إلا على الظالمين، أما بعد :

Berikut ini adalah sebuah penjelasan ilmiah yang akurat. Di dalamnya terdapat kupasan yang jeli dan teliti. Mengukuhkan masalah yang teramat penting, bermanfaat bagi sekalian umat dan dapat menolak fitnah yang gelap gulita.

(Atas dasar itu), saya memandang perlu dan penting untuk menyebar luaskannya, sebagai nasihat dan sebagai amanat. Hal itu disebabkan oleh dua alasan:

Pertama : Karena banyak orang yang tidak mengetahuinya dan tidak memahaminya. Sedangkan yang mengetahuinya, tidak mau menyebar luaskannya, [1] dan enggan menunjukkannya –kecuali yang mendapat rahmat Allah-.

Kedua : (Juga) karena di dalam penjelasan itu terdapat (usaha telaah) untuk membongkar rahasia keadaan sebagian orang ghuluw yang ekstrim. Yaitu orang-orang yang karena kebodohannya telah membuat citra agama menjadi buruk, dan karena penyimpangannya telah merusak kaum muslimin secara umum.

Padahal Islam –alhamdulillah- jauh lebih tinggi dan lebih agung. Islam lebih memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kebenaran.

Hanya kepada Allah aku memohon, agar Dia menjadikan penjelasan [2] ini bermanfaat bagi orang-orang pada umumnya, maupun secara khusus bagi orang-orang tertentu. Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berfirman :

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ

Takutlah kamu akan suatu fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu [Al Anfal : 25].

Akhir do’a kami ialah, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
(Demikian pengantar dari Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi, Red.).


PENJELASAN HAI’AH KIBAR AL ULAMA
Lembaga Perkumpulan Tokoh-tokoh Ulama Saudi Arabia [3]

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اهتدى بهداه. أما بعد:

Sesungguhnya Majelis Hai’ah Kibar Al Ulama, pada pertemuannya yang ke-49 di Thaif, yang dimulai pada tanggal 2/4/1419 H [4] telah mengkaji apa yang kini berlangsung di banyak negeri Islam dan negeri-negeri lain, tentang takfir (penetapan hukum kafir terhadap seseorang) dan tafjir (peledakan) serta konsekwensi yang diakibatkannya, berupa penumpahan darah dan perusakan fasilitas-fasilitas umum.

Karena berbahayanya persoalan ini, begitu pula akibat yang ditimbulkannya, berupa melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah, perusakan harta benda yang mestinya terpelihara, menimbulkan rasa takut bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan bagi keamanan serta ketenteraman orang banyak, maka majelis Hai’ah memandang perlu untuk menerbitkan penjelasan ini, guna menerangkan hukum sebenarnya dari persoalan tersebut. Sebagai nasihat bagi Allah, bagi hamba-hambaNya dan sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah, serta sebagai upaya menghilangkan kerancuan pemahaman di kalangan orang-orang yang kacau pemahamannya.

Maka dengan –taufiq Allah- kami katakan:

PERTAMA
Takfir (menetapkan hukum kafir atau mengkafirkan) merupakan hukum syar’i. Tempat kembalinya adalah Allah dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti halnya penetapan hukum halal dan haram, kembalinya kepada Allah dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam ; begitu pula penetapan hukum kafir.

Tidak setiap perkataan atau perbuatan yang disebut kufur, berarti kufur akbar yang mengeluarkan (pelakunya) dari agama. [5]

Karena sumber penetapan hukum pengkafiran kembalinya kepada Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh mengkafirkan seseorang, kecuali jika Al Qur’an dan Sunnah telah membuktikan kekafirannya dengan bukti yang jelas. Maka (mengkafirkan orang) tidak cukup hanya berdasarkan syubhat dan dugaan-dugaan saja, sebab akan berakibat pada konsekwensi hukum-hukum yang berbahaya.

Apabila hukum hudud (pidana) saja dapat terhapus dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti) -padahal konsekwensinya lebih ringan daripada takfir-, apalagi masalah pengkafiran orang, tentu lebih dapat terhapuskan lagi dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti).

Itulah sebabnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar jangan sampai menghukumi kafir kepada seseorang yang tidak kafir. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَيمَا امْرِئٍ قَالَ لأَخِيْهِ : يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أحَدُهُمَا. إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإلا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

Siapapun orangnya yang mengatakan kepada saudaranya “Hai Kafir”, maka perkataan itu akan mengenai salah satu diantara keduanya. Jika perkataannya benar, (maka benar). Tetapi jika tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada diri orang yang mengatakannya. [Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu Umar].

Kadang di dalam Al Qur’an dan Sunnah terdapat nash yang dapat difahami darinya, bahwa perkataan ini, perbuatan itu atau keyakinan itu adalah kufur, tetapi orang yang melakukannya tidak kafir, disebabkan adanya penghalang yang menghalangi kekafirannya.

Hukum pengkafiran ini, sama seperti hukum-hukum lainnya. Yaitu tidak akan terjadi, kecuali jika sebab-sebab serta syarat-syaratnya ada [6] dan penghalang-penghalangnya tidak ada. Umpamanya dalam masalah waris. Sebabnya (misalnya) adalah adanya hubungan kerabat. Kadang-kadang seseorang (yang mempunyai hubungan kerabat) tidak bisa mewarisi disebabkan oleh adanya penghalang, yaitu perbedaan agama. Begitu pula masalah kekafiran. Seorang mukmin dipaksa melakukan perbuatan kufur –misalnya-, maka ia tidak kafir karenanya.

Kadang seorang muslim mengucapkan kalimat kufur disebabkan oleh kesalahan lidah karena sangat gembiranya, atau sangat marahnya atau karena sebab-sebab lainnya. Iapun tidak kafir karenanya. Sebab ia tidak sengaja mengucapkannya. Seperti kisah orang yang mengatakan : “Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu”. (Dia tidak kafir, Red). Dia salah mengucapkan kalimat itu karena sangat gembiranya (menemukan kembali ontanya yang hilang ditengah kesendiriannya, Red). [7] [Hadits shahih Riwayat Muslim, dari sahabat Anas bin Malik]

Tergesa-gesa menghukumi kafir terhadap seseorang akan mengakibatkan banyak perkara yang berbahaya. Di antaranya menghalalkan darah dan harta Muslim, dilarangannya saling mewarisi, pembatalan pernikahan dan lain-lainnya yang merupakan konsekwensi hukum orang murtad.

Jadi bagaimana mungkin seorang mukmin boleh lancang menetapkan hukum kafir hanya berdasarkan syubhat yang sangat sederhana sekalipun?

Dan apabila ternyata (tuduhan kafir, Red) ini ditujukan kepada para penguasa [8] maka persoalannya jelas lebih parah lagi. Sebab akibatnya akan menimbulkan sikap pembangkangan terhadap penguasa, angkat senjata melawan mereka, menebarkan issu kekacauan, mengalirkan darah dan membuat kerusakan terhadap manusia dan negara.

Karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penentangan kepada penguasa. Beliau bersabda :

...إلا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ فِيْهِ مِنَ اللهِ بُرْهَانٌ

……kecuali bila kalian lihat kekafiran yang nyata (bawaah), yang tentanginya kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah. [Muttafaq ‘alaih, dari ‘Ubadah].

• Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : إلا أَنْ تَرَوْا (kecuali jika kalian lihat), memberikan pengertian bahwa tidak cukup (pengkafiran, Red) hanya berdasarkan dugaan dan issu.
• Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : كُفْرًا (kekafiran), memberikan pengertian bahwa tidak cukup (penentangan terhadap penguasa, Red) hanya karena fasiknya penguasa, walaupun kefasikannya besar seperti zhalim, meminum khamr, berjudi dan dominan berbuat perkara haram.
• Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : بَوَاحًا (nyata), memberikan pengertian bahwa tidaklah cukup kekafiran yang tidak nyata. Arti bawaah ialah jelas dan nyata.
• Sabda beliau Shallallaahu 'alaihi wa sallam : عِنْدَكُمْ فِيْهِ مِنَ اللهِ بُرْهَانٌ (kalian memiliki bukti jelas mengenai kekafiran yang nyata itu dari Allah). Ini memberikan pengertian bahwa pengkafiran harus berdasarkan dalil yang sharih (jelas dan terang). Dalil itu harus shahih adanya dan sharih (jelas dan terang) pembuktiannya. Sehingga tidak cukup bila dalil itu lemah sanadnya atau tidak tegas pembuktiannya.
• Kemudian sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : مِنَ اللهِ (dari Allah), memberikan pengertian bahwa perkataan ulama manapun (dalam pengkafiran, Red) tidak bisa dianggap, meski betapapun tinggi ilmu dan sikap amanahnya, apabila perkataannya tidak berdasarkan dalil yang sharih (nyata dan terang) pembuktiannya dan shahih berasal dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ikatan-ikatan syarat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam hadits) di atas menunjukkan betapa gentingnya permasalahan takfir (pengkafiran terhadap seseorang).

Kesimpulannya, tergesa-gesa menghukumi seseorang sebagai kafir mempunyai bahaya yang besar. Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla :

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ

Katakanlah : Sesungguhnya Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau yang tersembunyi, dan (mengharamkan) perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (juga mengharamkan kalian) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (juga mengharamkan) kalian mengadakan-adakan perkataan terhadap Allah apa yang kalian tidak ketahui. [Al A’raf : 32].

KEDUA:
Apa yang timbul dari keyakinan salah ini? Yaitu menghalalkan darah, perusakan kehormatan, perampasan harta milik orang-orang tertentu atau orang umum, peledakan tempat-tempat hunian serta angkutan-angkutan umum dan perusakan bangunan-bangunan.

Kegiatan-kegiatan ini dan yang semisalnya adalah haram menurut syari’at berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Sebab di dalamnya terdapat perusakan terhadap kehormatan jiwa-jiwa manusia yang terpelihara, perusakan terhadap kehormatan harta benda, perusakan terhadap kehormatan keamanan dan ketenteraman. (Perusakan terhadap) hak hidup orang banyak secara aman dan tenteram di rumah-rumah mereka, di tempat-tempat mata pencaharian mereka, di saat keberangkatan mereka pada pagi hari dan di saat kepulangan mereka pada sore hari. Juga perusakan terhadap kepentingan-kepentingan umum yang selalu dibutuhkan oleh orang banyak dalam kehidupan mereka.

Padahal Islam telah memberikan pemeliharaan kepada kaum muslimin berkaitan dengan harta benda, kehormatan dan jiwa raga mereka. Islam mengharamkan perusakan terhadap semua ini dan sangat menekankan pengharamannya.

Bahkan di antara hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya ialah sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pada haji wada’ :

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَاَلكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta benda kalian dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram atas kalian, seperti haram (mulia)nya hari kalian (hari haji wada’) ini, di bulan kalian ini dan di negeri (tanah haram) kalian ini.

ِAkhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup sabdanya :

ألاَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اَللَّهُمَّ فَاشْهَدْ

Ketahuilah, adakah aku telah menyampaikan? Ya Allah saksikanlah. [Muttafaq ‘alaih, dari Abi Bakrah].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ : دَمُهُ، وَمَالُهُ ، وَعِرْضُهُ

Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram : darahnya, hartanya dan kehormatannya. [HR Muslim, dari Abu Hurairah].

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pula :

اِتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Takutlah kalian akan kezhaliman, sesungguhnya kezhaliman itu adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat. [HR Muslim, dari Jabir].

Sesungguhnya Allah telah memberikan ancaman sangat keras terhadap orang yang membunuh seseorang yang terpelihara jiwanya.

Berkenaan dengan jiwa seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan adzab yang besar baginya. [An Nisa’ : 93].

Kemudian berkenaan dengan jiwa orang kafir yang berada dalam jaminan keamanan kaum muslimin, jika dibunuh secara tidak sengaja, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقُُ فَدِيَةُُ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللهِ وَكَانَ اللهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum kafir yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat (ganti rugi) yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh), serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memiliki hamba sahaya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [An Nisa’:92].

Apabila orang kafir yang memiliki jaminan keamanan dari kaum muslimin dibunuh secara tidak sengaja saja harus ada pembayaran diat (ganti rugi) dan memerdekakan hamba sahaya oleh si pembunuh, maka apalagi jika ia dibunuh secara sengaja. Jelas kejahatannya lebih berat dan dosanya lebih besar.

Dan sesungguhnyalah terdapat riwayat shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهِدًا : لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian (damai), maka ia tidak akan mencium baunya sorga. [Muttafaq ‘alaih, dari Abdullah bin Amr].

KETIGA:
Sesungguhnya jika sebuah majelis menyatakan ketetapan hukum kafir terhadap manusia –tanpa bukti dari Kitab Allah dan Sunnah Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta tanpa menyebutkan bahayanya penyebutan hukum itu karena mengandung akibat buruk dan dosa, berarti majelis tersebut tengah mengumumkan kepada dunia, bahwa Islam berlepas diri dari keyakinan yang salah ini. Begitu pula apa yang tengah berlangsung di berbagai negeri berupa penumpahan darah orang yang tidak bersalah, peledakan tempat-tempat hunian, kendaraan-kendaraan, fasilitas-fasilitas umum maupun khusus, serta perusakan bangunan-bangunan, semua itu merupakan tindakan kriminal. Islam berlepas diri dari tindakan semacam itu.

Demikian juga setiap muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhirat-pun berlepas diri dari tindakan seperti itu. Tindakan-tindakan tersebut tidak lain hanyalah tindakan orang yang mempunyai pemikiran menyimpang dan aqidah sesat. Dia sendirilah yang memikul dosa dan kejahatannya. Tindakannya itu tidak bisa dibebankan kepada Islam dan tidak pula kepada kaum muslimin yang berpegang pada petunjuk Islam, berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah dan berpegang teguh pada tali Allah yang kokoh.

Tindakan-tindakan tersebut murni merupakan perusakan dan kejahatan. Syari’at serta fitrah menolaknya. Oleh karenanyalah, nash-nash syari’at telah datang untuk mengharamkannya dan memperingatkan agar tidak mempergauli para pelaku tindakan demikian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَافِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ. وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي اْلأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ الْفَسَادَ . وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِاْلأِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ

Dan di antara manusia ada yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertaqwalah kepada Allah!”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. [Al Baqarah:204-206].

(Intinya) kewajiban seluruh kaum muslimin –di manapun mereka berada- ialah saling ingat-mengingatkan dalam hal kebenaran, saling menasihati, saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan ketaqwaan, amar ma’ruf nahi munkar– dengan cara hikmah (bijaksana) serta nasihat yang baik, dan memberikan bantahan dengan cara yang lebih baik. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya. [Al Ma’idah:2].

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ

Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. [At Taubah:71].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَالْعَصْرِ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. [Al Ashr : 1-3].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الدِّينُ النَّصِيحَةُ (ثلاثا). ِقْيلَ : لِمَنْ يارسولَ اللهِ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama adalah nasihat” (Rasulullah mengatakannya tiga kali). Ditanyakan oleh sahabat: “Bagi siapa, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,”Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi RasulNya, bagi para pemimpin umat Islam dan bagi umumnya umat Islam.” [HR Muslim dari Tamim Ad Dari. Imam Bukhari meriwayatkannya secara mu’allaq dalam kitab Shahih-nya, tanpa menyebutkan sahabat].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ والحُمَّى

Perumpamaan kaum mukminin dalam (hubungan) saling cinta, saling kasih sayang dan saling lemah lembutnya, ibarat satu tubuh, apabila salah satu anggauta tubuh mengeluh karena sakit, maka seluruh anggauta tubuh lainnya akan ikut tidak bisa tidur dan merasa demam. [Muttafaq ‘alaih, dari An Nu’man bin Basyir].

(Demikianlah), ayat-ayat serta hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak.

Akhirnya, kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala –dengan nama-namaNya yang husna dan dengan sifat-sifatNya yang mulia- agar Dia mencegah seluruh kaum muslimin dari kesengsaraan.

Kami memohon agar Allah l memberikan taufiq kepada seluruh pemegang kendali kekuasaan kaum muslimin untuk melakukan apa yang baik bagi umat dan negara, serta melakukan pemberantasan terhadap segala kerusakan serta para perusaknya.

Kami memohon agar Allah memenangkan agamaNya dan meninggikan kalimatNya melalui para pemegang kendali kekuasaan itu. Juga agar Allah memperbaiki keadaan seluruh umat Islam di manapun mereka berada, serta memenangkan kebenaran melalui mereka. Sesungguhnya Allah adalah Pemilik semua itu dan Maha Kuasa untuk melakukannya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat serta salamNya kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Sebab banyak di antara persoalan itu yang bagi sebagian orang hanya persoalan “mana suka”. Jika sesuai dengan hawa nafsu, disebar luaskan. Dan jika tidak sesuai, disembunyikan dan ditimbun. Fatwa-fatwa ulama yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, maka akan dikatakan bahwa ulama yang berfatwa itu tidak mengerti (bodoh terhadap) realitas, situasi dan kondisi, atau dikatakan bahwa ulama itu terkontaminasi dengan pemikiran Murji’ah. Demi Allah, ini merupakan bencana besar
[2]. Penjelasan ini termasuk penjelasan dan fatwa ilmiah dari Hai’ah Kibar Al Ulama yang paling akhir di bawah kepemimpinan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. Penjelasan (fatwa) ini dikeluarkan kurang dari sembilan bulan sebelum wafat beliau. Dan penjelasan ini dimuat di majalah Al Buhuts Al Islamiyah, Edisi 56 Safar 1420 H, langsung setelah wafat beliau
[3]. Tentang penjelasan lembaga ini, saya (Syaikh Ali Hasan) telah memberikan catatan dan penjelasan pada sebuah risalah tersendiri yang saya beri judul “Kalimatun Sawa’ Fi An Nushrati Wa Ats Tsana’i ‘Ala Bayan Hai’ah Kibar Al Ulama, Wa Fatwa Al Lajnah Da’imah Lil Ifta’ Fi Naqdhi Ghuluwwi At Takfir Wa Dzammi Dhalalati Al Irja’. Risalah ini sedang dicetak, alhamdulillah. Di dalamnya digabungkan pula Fatwa Lajnah Da’imah tentang celaan terhadap firqah Murji’ah dan faham Murji’ah.
[4]. Wafatnya guru kami, Syaikh Al Imam Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah ialah pada tanggal 27/1/1420 H
[5]. Sesungguhnya, kufur terbagai menjadi dua. Kufur asghar (kecil), tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan kufur akbar (besar), mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kufur akbar ini ada beberapa macam, yaitu: menghalalkan (terhadap perkara yang jelas haramnya, Red.), penolakan, pengingkaran, pendustaan (menolak untuk percaya), munafik, dan ragu-ragu (terhadap kebenaran yang sudah jelas, Red.). Dalam hal ini ada beberapa sebab yang dapat menjerumuskan ke dalam kufur akbar itu. Yaitu sebab-sebab yang berupa perkataan, perbuatan dan keyakinan.
[6]. Pada perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa XIV/118 terdapat penjelasan tentang syarat-syarat itu. Beliau rahimahullah , berkaitan dengan hukum orang yang berbicara tentang kekafiran, telah mengatakan: “Adapun bila orang tersebut: (1) mengetahui atau memahami apa yang diucapkannya, maka bila ia (2) dengan senang hati (tidak terpaksa) dan (3) sengaja dalam mengucapkan apa yang dikatakannya; maka inilah yang perkataannya terhitung ……” (maksudnya, pengkafiran terhadap orang itu dapat dianggap). Saya (Syaikh Ali Hasan) berkata,”Sebagai kebalikannya adalah penghalang-penghalangnya.”
[7]. Jadi kegembiraan yang luar biasa itulah yang menjadi sebab adanya penghalang yang menghalangi hukum kafir terhadapnya, yaitu : ketidak sengajaan. Maksudnya, ia tidak bermaksud melakukan kekafiran. Perhatikanlah ini hendaknya. Jika tidak, sesungguhnya orang yang sengaja –dan tanpa ada unsur paksaan- mengucapkan perkataan sejenis yang dapat menyebabkan kekafiran –yaitu yang sama sekali berlawanan dengan keimanan dari segala sisi-, baik secara ucapan maupun secara perbuatan, misalnya : mencaci Allah atau RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam atau yang semisalnya, maka orang ini kafir, keluar dari agama. Murtad.
[8]. Yaitu para penguasa muslim –semoga Allah memperbaiki negara dan hamba Allah- melalui tangan mereka. Tentang dalil yang dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menyimpang untuk mengkafirkan para penguasa secara total, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. [Al Ma’idah:44].

Maka tidak ada jawaban mencakup yang lebih indah daripada perkataan Imam Ahmad rahimahullah. (Beliau berkata): “ (Maksud ayat itu ialah), kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Seperti halnya iman, sebagiannya lebih rendah dari sebagian yang lain (bertingkat-tingkat, Red), demikian pula kufur. Sampai akhirnya datang suatu bukti yang tidak diperselisihkan lagi di dalamnya”. (Termuat dalam) Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam VII/254.

Ahlus Sunnah Dan Terorisme

Oleh
Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr

Kedatangan Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr di kota Solo, dalam rangka muhibbahnya ke beberapa kota, di antaranya Solo dan Yogyakarta, alhamdulillah telah menambahkan pemahaman di dalam beragama, khususnya kepada Salafiyin, dan kaum Muslimin pada umumnya. Dari sesi tanya jawab, nampak beragamnya persoalan atau perkara-perkara yang ingin diketahui kaum Muslimin. Di antaranya persoalan yang kembali muncul ke khalayak, yakni issu global tentang terorisme. Sebuah ironi, Salafiyin tak kurang mendapatkan tuduhan semacam. Padahal Salafiyin berlepas diri dari sikap ekstrim seperti itu. Bagaimanakah pandangan Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr menanggapi issu terorisme yang diarahkan kepada Salafiyin? Berikut adalah penjelasan beliau -hafizhahullah- menanggapi pertanyaan tersebut saat muhadharah di Masjid al Karim, Pabelan, Sukoharjo, Surakarta pada hari Ahad, 19 Februari 2006. Penjelasan beliau ini ditranskrip dan diterjemahkan oleh Abu Abdillah Arief Budiman bin Usman Rozali dengan memberikan beberapa catatan kaki yang diperlukan. Semoga bermanfaat. (Redaksi)
___________________________

Tentang tuduhan terorisme yang diarahkan kepada Salafiyin, Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr memberikan tanggapan:

Saya (Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr, Red) katakan :
Orang yang menuduh kita sebagai teroris, ia termasuk ahlul ghuluw (berlebih-lebihan dalam tuduhannya). Ia tidak mengerti dakwah salafiyah. Dakwah salafiyah adalah dakwah Islam. Dakwah salafiyah adalah dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya [1]. Namun demikian, tidak boleh seorang salafi (siapapun orangnya) menganggap dirinya berakhlak seperti akhlak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau akhlak para sahabatnya.

Dakwah salafiyah berdiri di atas aqidah yang benar, aqidah yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya berkeyakinan dengannya. Dakwah salafiyah tegak di atas manhaj (jalan, metode, tata cara) Islam yang benar dan lurus, berdiri di atas dalil. Dakwah ini benar-benar mengagungkan as salaf ash shalih (generasi terdahulu yang shalih), dari kalangan para sahabat dan tabi’in. Dakwah ini mengagungkan dan menghormati dalil, (berupa) firman Allah dan (sabda) RasulNya, tidak mengutamakan dan mengedepankan perkataan siapapun (di atas perkataan Allah dan RasulNya) betapapun tinggi derajat dan kedudukan orang itu. Dakwah salafiyah menyeru kepada Allah, kepada ajaran Islam yang benar, seimbang dan adil. Menyeru kepada kelemah-lembutan dan menolak kekerasan. Maka, menuduh dakwah salafiyah sebagai terorisme adalah dusta!

Karena, siapakah yang benar-benar menentang para teroris dan takfiriyin (orang-orang yang sangat mudah mengafirkan orang lain tanpa sebab yang haq) saat ini?

Siapakah mereka kalau bukan para ulama dakwah salafiyah? Mereka, yang pada zaman ini dikenal sangat gigih membela dan berdakwah dengan dakwah salafiyah ini. Yang paling dikenal di antara mereka, seperti al Imam al Muhaddits asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, kemudian asy Syaikh al ‘Allaamah Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz, asy Syaikh al ‘Allaamah Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin. Kemudian murid-murid al Imam al Muhaddits asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, dan murid-murid mereka semua.

Merekalah yang jelas-jelas nyata paling menentang dan membantah pemikiran terorisme ini, baik dengan tulisan-tulisan di dalam kitab-kitab mereka, kaset-kaset kajian ilmiah mereka, dan dari seputar kajian-kajian ilmiah mereka secara langsung. Hal ini diketahui oleh setiap munshif (orang yang adil dalam menghukumi).

Adapun mukabir (orang yang sombong dan keras kepala) dan orang yang mendustakan kenyataan mereka semua, maka sesungguhnya dia merupakan generasi (pelanjut) dari tokoh-tokoh (penentang) terdahulu, (yaitu orang-orang) yang menuduh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai tukang sihir, orang gila, pemalsu dan pembuat al Qur`an, pendusta. Mereka hanya menuduh, menuduh, dan terus menuduh (tanpa haq dan bukti yang benar).

Namun inilah taqdir para nabi, mereka selalu didustakan oleh sebagian umatnya. Allah berfirman:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُواْ عَلَى مَا كُذِّبُواْ وَأُوذُواْ حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا.

Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka. [al An’am : 34].

Oleh karena itu, demikianlah keadaan para da’i yang berdakwah kepada Allah, keadaan para penuntut ilmu agama. Mereka akan selalu mendapatkan halangan dan rintangan serta hambatan dari orang-orang sesat, ahli bid’ah, dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah. Mereka akan disakiti oleh para penentang itu.

Para ahli bid’ah, orang-orang sesat, dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah, (mereka) tidak akan pernah berhenti melancarkan usaha-usaha keji (yang mereka buat), berupa provokasi, menaburkan bibit-bibit pertikaian dan permusuhan di kalangan masyarakat, sehingga para da’i yang ikhlas berdakwah kepada Allah dan para penuntut ilmu agama, (mereka) akan selalu mendapatkan rintangan ini.

Ada dua pondok pesantren yang bermanhaj salaf di sebuah pulau. Setelah para ahli bid’ah, orang-orang sesat, dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah ini mengetahui keberadaan dua pondok pesantren ini, mereka segera menghasut masyarakat setempat, dan akhirnya merekapun berhasil menghancurkan dan memporakporandakan ke dua pondok pesantren ini.

Tidak ada yang memacu mereka untuk melakukan tindakan keji ini, melainkan hasad, dengki dan kebencian yang membakar dada-dada mereka terhadap para da’i dan para penuntut ilmu agama yang benar dan lurus.

Demikianlah, karena orang sesat memang tidak akan pernah mencintai kebenaran dan ahlinya!

Betapapun demikian, orang-orang yang berpegang teguh dengan manhaj salaf, pasti akan tetap selalu ada. Mereka selalu konsisten di atas prinsipnya dalam berdakwah. Tidak berpengaruh tindakan-tindakan orang yang berusaha berbuat madharat terhadap mereka, juga orang-orang yang menyelisihi mereka, seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ.

Akan tetap ada sekelompok dari umatku yang muncul di atas al haq (kebenaran), tidak membahayakan mereka orang-orang yang meninggalkan (tidak mempedulikan mereka) sampai datang urusan dari Allah, sedangkan mereka tetap demikian [2].

Dan golongan ini, para ulama telah menafsirkan, bahwa mereka adalah ahlul hadits dan ahlul atsar (yaitu orang-orang yang konsisten mengikuti hadits-hadits dan jejak para as salaf ash shalih).

Maka, saya nasihati setiap muslim, hendaknya ia menjadi seorang salafi. Saya nasihati setiap muslim, hendaknya ia menjadi seorang salafi [3]. Hendaknya setiap muslim bermanhaj, seperti apa yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sebuah manhaj yang tidak berpihak kepada personal tertentu, atau kepada jamaah-jamaah tertentu.

As salafiyah bukanlah bayi perempuan yang baru terlahir sekarang. Bukan pula sebuah organisasi yang baru didirikan saat ini. As salafiyah adalah ajaran yang turun dari Allah, berupa wahyu yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada putrinya Fathimah [4] Radhiyallahu 'anha tatkala ia meninggal dunia :

اِلْحَقِيْ بِسَلَفِنَا الصَّالِحِ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنٍ.

Bergabunglah bersama pendahulu kita yang shalih, Utsman bin Mazh’un.[5]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata (yang maknanya): “Bukan (merupakan) aib, jika seseorang menisbahkan (menyandarkan) dirinya kepada salaf, karena manhaj salaf adalah (manhaj yang) a’lam (lebih berilmu), ahkam (lebih bijak dan berhukum), dan aslam (lebih selamat)”.

Karena jika tidak demikian, bagaimana kita bisa merealisasikan مَا أَناَ عَلَيْهِ وَأَصَحَابِيْ ?!

Lihatlah! Sekarang banyak jamaah dengan bermacam-macam pola mereka, ada yang ke barat, ada yang ke timur. Semuanya mengikuti jalannya masing-masing yang berbeda-beda. Kecuali, hanya dakwah salafiyah yang diberkahi Allah ini. Golongan inilah yang tetap konsisten berpegang teguh kuat-kuat dengan apa yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya berada di atasnya.

Oleh karena itu, saya memohon kepada Allah agar mereka -baik para da’i, para penuntut ilmu, dan orang-orang yang bermanhaj salaf ini- senantiasa diberikan kemudahan dan keutamaan dariNya, dan agar mereka dijadikan olehNya generasi-generasi terbaik pewaris mereka. Sesungguhnya Allah-lah yang berkenan mengabulkan do’a ini dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tidaklah ada seorang yang menentang dakwah yang haq ini, melainkan Allah pasti akan membinasakannya. Karena Allah akan selalu membela orang-orang yang beriman (yang membela agamaNya).

Karenanya, seluruh model dakwah apapun (di muka bumi ini) yang berusaha menghalang-halangi, menentang, dan merintangi dakwah salafiyah, usaha mereka pasti sia-sia dan gagal. Bahkan yang mereka dapatkan hanyalah kerugian dan penyesalan. Sedangkan Allah senantiasa membela dan menolong dakwah salafiyah ini, karena Allah pasti akan menolong orang-orang yang membela agamaNya, sebagaimana firmanNya:

وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ.

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. [al Hajj : 40].

Demikianlah, akhirnya saya cukupkan jawaban saya sampai di sini. Saya berharap bisa bertemu dengan kalian pada kesempatan yang lain, insya Allah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Berdasarkan hadits iftiraqul ummah (perpecahan umat) yang shahih dan masyhur, yang dikeluarkan oleh Abu Dawud (4/197-198 no. 4596 dan 4597), at Tirmidzi (5/25-26 no. 2640 dan 2641), Ahmad (2/332, 3/120 dan 145, 4/102), Ibnu Majah (2/1231-1232 no. 3991-3993), dari hadits Abu Hurairah dan Auf bin Malik c , dan lain-lain, yang di salah satu lafazh akhir hadits-haditsnya adalah:

((وَهِيَ الْجَمَاعَةُ))، ((مَا أَناَ عَلَيْهِ وَأَصَحَابِيْ)).

“Mereka adalah al Jama’ah” dan “(Yaitu) mereka seperti apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”.

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani t di dalam ash Shahihah (3/480) dan kitab-kitab beliau lainnya.
[2]. HR Muslim (3/1523 no. 1920) dari hadits Tsauban Radhiyallahu 'anhu, dan yang semakna dengannya diriwayatkan oleh al Bukhari (2/2667 no. 6881) dari hadits al Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu 'anhu, dan lain-lain.
[3]. Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr memang mengulangi kata-katanya ini dua kali.
[4]. Demikian yang Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr sampaikan. Mungkin yang beliau maksud adalah Ruqayah binti Rasulillah Radhiyallahu 'anhuma, karena Fathimah Radhiyallahu 'anha meninggal sekitar setengah tahun setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, sebagaimana yang telah diketahui dan telah banyak keterangannya di dalam kitab-kitab tarajim (biografi) para sahabat. Lihat Taqrib at Tahdzib, hlm. 1367, no. 8749.
[5]. HR ath Thabrani di dalam al Mu’jam al Ausath (6/41 no. 5736) dan lain-lain. Hadits ini pernah diucapkan pula oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika putri beliau Zainab meninggal, sebagaimana dalam Musnad al Imam Ahmad (1/237 dan 335 no. 2127 dan 3103) dan lain-lain. Juga ketika putra beliau Ibrahim meninggal, sebagaimana dalam al Mu’jam al Kabir (1/286 no.837) dan lain-lain.

Al Imam adz Dzahabi di dalam Siyar A’lam an Nubala (2/252), beliau membawakan biografi Ruqayah Radhiyallahu 'anha, beliau menghukumi hadits ini dan berkata: “Munkar”.

Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali -hafizhahullah- di dalam kitabnya (Basha-iru dzawi asy Syaraf bi Marwiyati Manhaj as Salaf), hlm 18, berkata: “Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sabdanya kepada putri beliau Ruqayah, tatkala ia meninggal…,” lalu beliaupun (Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali) membawakan hadits ini. Kemudian beliau komentari pada catatan kaki: “Dha’if, dikeluarkan oleh al Imam Ahmad (1/237 dan 335), dan Ibnu Sa’ad di dalam ath Thabaqat (8/37), dan hadits ini dipermasalahkan oleh syaikh kami -rahimahullah- di dalam adh Dha’ifah (no. 1715), karena terdapat (di sanadnya) Ali bin Zaid bin Jud’an”.

Dan Ali bin Zaid bin Jud’an adalah perawi yang dha’if. Lihat Taqrib at Tahdzib, hlm. 696, no. 4768.

Atau, mungkin yang dimaksud oleh beliau (Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu an Nashr) adalah justru perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada putri beliau Fathimah Radhiyallahu 'anha ketika beliau (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) menjelang wafat. Jika ini yang dimaksud, maka haditsnya adalah muttafaq ‘alaih, dikeluarkan oleh al Bukhari (5/2317 no. 5928) dan Muslim (4/1904 no. 2450) dari A’isyah Radhiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

...فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ ...

Sesungguhnya aku adalah sebaik-baik pendahulu bagimu.

Dan lafazh hadits ini lafazh Shahih Muslim.
Lihat pula kitab Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali lainnya yang berjudul Limadza Ikhtartu al Manhaj as Salafi, hlm. 30. Wallahu a’lam.

Berdialog Dengan Teroris (Belajar Dari Pengalaman Arab Saudi Dalam Menumpas Terorisme)

Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin, MA

PENGANTAR
Setan memiliki dua pintu masuk untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Jika seseorang banyak melanggar dan berbuat maksiat, setan akan menghiasi maksiat dan nafsu syahwat untuk orang tersebut agar tetap jauh dari ketaatan. Sebaliknya jika seorang hamba taat dan rajin ibadah, setan akan membuatnya berlebihan dalam ketaatan, sehingga merusak agamanya dari sisi ini. Para Ulama menyebut godaan jenis pertama sebagai syahwat, dan yang kedua sebagai syubhat. Meski berbeda, keduanya saling berkaitan. Syahwat biasanya dilandasi oleh syubhat, dan syubhat bisa tersemai dengan subur di ladang syahwat [1]

Masing-masing dari dua penyakit ini membutuhkan cara penanganan khusus. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Godaan syubhat (dapat) ditangkis dengan keyakinan (baca: ilmu), dan godaan syahwat ditangkis dengan kesabaran.” [2]

Untuk menekan penyakit syahwat seperti zina, mabuk, pencurian, dan perampokan, agama Islam mensyariatkan hudûd, berupa hukuman-hukuman fisik semacam cambuk, rajam dan potong tangan. Islam tidak mensyariatkan hudûd untuk penyakit syubhat seperti berbagai bid’ah dan pemikiran menyimpang, karena syubhat tidak mudah disembuhkan dengan hudûd, tapi lebih bisa diselesaikan dengan penjelasan dan ilmu. Meski demikian, kadang-kadang juga diperlukan hukuman fisik untuk menyembuhkan penyakit syubhat dari seseorang.

Mengikis syubhat dan berdiskusi dengan pemiliknya telah dilakukan oleh para ulama sejak zaman dahulu. Kadang-kadang mereka melakukannya dengan menulis surat, risalah, atau kitab dan kadang-kadang dengan berdialog langsung . Di samping melindungi umat dari syubhat yang ada, hal tersebut juga dimaksudkan untuk menasihati ‘pemilik’ syubhat agar bisa (mau) kembali ke jalan yang benar.

Khusus pemikiran kelompok Khawarij yang identik dengan terorisme, ada beberapa kisah nasihat yang terkenal dari generasi awal umat Islam. Di antaranya kisah Sahabat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu ‘anhu yang mendatangi kaum Khawarij secara langsung untuk meluruskan beberapa pemahaman agama mereka yang menyimpang. Setelah diskusi yang cukup singkat dengan mereka, sebanyak dua ribu orang bertaubat dari kesalahan pemikiran mereka [3]

Juga tercermin pada kisah Jâbir bin ‘Abdillâh Radhiyallahu ‘anhuma yang dikunjungi beberapa orang yang tertarik dengan pemikiran Khawarij dan berencana melakukan aksi mereka di musim haji. Mereka bertanya kepada Jâbir Radhiyallahu ‘anhuma, akhirnya semua rujuk dari pemikiran Khawarij kecuali satu orang saja.

Dua kisah ini menunjukkan bahwa nasehat dan diskusi sangat bermanfaat untuk mengobati penyakit syubhat ini. Riwayat tersebut juga menunjukkan bahwa jika pemilik syubhat tidak datang sendiri mencari kebenaran –seperti dalam kisah sahabat Jâbir-, kita dianjurkan untuk mendatangi mereka, seperti dalam kisah sahabat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu ‘anhuma.

Dalam banyak kasus terorisme di Indonesia, ditemukan banyak pelaku teror yang sebelumnya pernah menjadi terpidana kasus terorisme. Setelah di penjara dan menjalani hukuman, mereka tidak insaf, namun tetap memegangi pemikiran dan perilaku mereka semula. Terlepas dari faktor hidayah, hal tersebut sangat mungkin karena penanganan yang salah atau tidak optimal. Kesalahan pemikiran yang mereka miliki termasuk dalam kategori syubhat, sehingga hukuman fisik yang mereka dapatkan di penjara, atau hukuman sosial berupa pandangan miring masyarakat tidak lantas membuat mereka jera dan insaf. Mereka menganggap aksi mereka sebagai ibadah (jihad) yang mendekatkan diri mereka kepada Allâh Azza wa Jalla dan hukuman yang mereka dapatkan di dunia adalah konsekuensi ketaatan yang semakin menambah pundi-pundi pahala mereka.

Kondisi seperti ini menuntut pemerintah dan ulama Ahlus Sunnah untuk memikirkan solusi yang lebih baik, agar gerakan terorisme bisa ditekan dengan lebih optimal. Tulisan singkat ini menyuguhkan sebuah solusi yang telah terbukti mujarab menekan pemikiran dan aksi terorisme berdasarkan pengalaman Kerajaan Arab Saudi.

ARAB SAUDI DAN TERORISME
Seperti Indonesia, Arab Saudi adalah salah satu negara yang paling banyak dibicarakan saat orang membahas terorisme. Berita kematian Usamah bin Laden akhir-akhir ini juga membuat Arab Saudi kembali dibicarakan. Sebelumnya, banyak sekali peristiwa seputar terorisme yang telah terjadi di negeri yang membawahi dua kota suci umat Islam ini.

Pada 12 Mei 2003, dunia dikejutkan dengan peristiwa peledakan besar di ibukota negeri tauhid ini. Pemboman terjadi beriringan di tiga kompleks perumahan di kota Riyadh, dan mewaskan 29 orang, termasuk 16 pelaku bom bunuh diri dan melukai 194 orang. Pemboman di Wadi Laban (Propinsi Riyadh) pada 8 November 2003 menewaskan 18 orang dan melukai 225 orang. Pada 21 April 2004, sebuah bom bunuh diri meledak di Riyadh dan menewaskan 6 orang dan melukai 144 orang lainnya. Sementara pada 1 Mei 2004, 4 orang dari satu keluarga menyerang sebuah perusahan di Yanbu’ dan membunuh 5 pekerja bule, dan melukai beberapa pekerja lain. Saat dikejar, mereka membunuh seorang petugas keamanan dan melukai 22 lainnya.

Harian ASHARQ AL-AWSATH telah merangkum peristiwa yang berhubungan dengan terorisme di Arab Saudi dalam setahun sejak pemboman 12 Mei 2003, dan melihat daftar panjang peristiwa itu, barangkali bisa dikatakan bahwa tidak ada negara yang mendapat ancaman teror sebesar dan sebanyak Arab Saudi [4]. Hal ini merupakan bantahan paling kuat untuk mereka yang mengatakan bahwa ideologi terorismediimpor dari negeri ‘Wahhabi’, karena justru Arab Saudi yang menjadi sasaran utama para teroris.

Para teroris juga telah berulang kali menyerang petugas keamanan. Sudah banyak petugas keamanan yang menjadi korban aksi mereka. Sudah tidak terhitung lagi aksi baku tembak antara teroris dengan petugas keamanan. Kota suci Mekah dan Madinah pun tidak selamat dari aksi-aksi ini. Bahkan, ada beberapa tokoh agama yang terang-terangan memfatwakan bolehnya aksi-aksi ini. Terlepas dari objektivitas Amerika dan sekutunya, warga negara Arab Saudi termasuk penghuni terbesar kamp penjara Amerika Serikat di Teluk Guantanamo.

Tapi, tampaknya hal itu sudah menjadi masa lalu. Isu terorisme di Arab Saudi dalam beberapa tahun belakangan didominasi oleh keberhasilan pemerintah menggagalkan aksi-aksi terorisme, penyergapan-penyergapan dini, rujuknya para mufti aksi terorisme dan taubatnya orang-orang yang pernah terlibat aksi yang mengerikan tersebut.

Di samping itu, ada kampanye besar-besaran melawan terorisme yang dilakukan pemerintah melalui berbagai media massa, penyuluhan-penyuluhan, seminar-seminar, khutbah dan ceramah, sehingga saking gencarnya barangkali terasa membosankan. Selain petugas keamanan yang telah bekerja keras, ada satu lembaga yang menjadi primadona dalam kampanye penanggulangan terorisme di Arab Saudi, yaitu Lajnah al-Munâshahah (Komite PenasEhat).

APA ITU LAJNAH AL-MUNASHAHAH?
Lajnah al-Munâshahah yang berarti Komite Penasehat mulai dibentuk pada tahun 2003 dan bernaung dibawah Departemen Dalam Negeri (di bawah pimpinan Deputi II Kabinet dan Menteri Dalam Negeri, Pangeran Nayif bin Abdul Aziz) dan Biro Investigasi Umum. Tugas utamanya adalah memberikan nasihat dan berdialog dengan para terpidana kasus terorisme di penjara-penjara Arab Saudi. Lajnah al-Munâshahah memulai aktivitasnya dari Riyadh sebagai ibukota, kemudian memperluas cakupannya ke seluruh wilayah Arab Saudi [5]

Lajnah al-Munâshahah terdiri dari 4 komisi, yaitu:
1. Lajnah ‘Ilmiyyah (Komisi Ilmiah) yang terdiri dari para ulama dan dosen ilmu syariah dari berbagai perguruan tinggi. Komisi ini yang bertugas langsung dalam dialog dan diskusi dengan para tahanan kasus terorisme.

2. Lajnah Amniyyah (Komisi Keamanan) yang bertugas menilai kelayakan para tahanan untuk dilepas ke masyarakat dari sisi keamanan, mengawasi mereka setelah dilepas, dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan jika ternyata masih dinilai berbahaya.

3. Lajnah Nafsiyyah Ijtima’iyyah (Komisi Psikologi dan Sosial) yang bertugas menilai kondisi psikologis para tahanan dan kebutuhan sosial mereka .

4. Lajnah I’lamiyyah (Komisi Penerangan) yang bertugas menerbitkan materi dialog dan melakukan penyuluhan masyarakat [6]

TEKNIK DIALOG
Hampir tiap hari Lajnah al-Munâshahah bertemu dengan para tahanan kasus terorisme. Kegiatan memberi nasihat ini didominasi oleh dialog terbuka yang bersifat transparan dan terus terang. Sesekali dialog tersebut diselingi dengan canda tawa yang mubah (bersifat diperbolehkan syariat) agar para tahanan merasa tenang dan menikmati dialog.

Ada juga kegiatan daurah ilmiah berupa penataran di kelas-kelas dengan kurikulum yang menitikberatkan pada penjelasan syubhat-syubhat para tahanan, seperti masalah takfir (vonis kafir), wala’ wal bara’ (loyalitas keagamaan), jihad, bai’at, ketaatan kepada pemerintah, perjanjian damai dengan kaum kafir dan hukum keberadaan orang kafir di Jazirah Arab [7]

Kegiatan dialog biasanya dilakukan setelah Maghrib dan kadang berlangsung sampai larut malam. Agar efektif, dialog tidak dilakukan secara kolektif, tapi satu persatu. Hanya satu tahanan yang diajak berdialog dalam setiap kesempatan agar ia bisa bebas dan leluasa berbicara, dan terhindar dari sisi negatif dialog kolektif.

Pada awalnya, banyak tahanan yang takut untuk berterus terang mengikuti program dialog ini, karena mereka menyangka bahwa dialog ini adalah bagian dari investigasi dan akan berdampak buruk pada perkembangan kasus mereka. Namun begitu merasakan buah manis dialog, mereka sangat bersemangat dan berlomba-lomba mengikutinya [8]

Mereka segera menyadari, bahwa dialog ini justru menguntungkan mereka. Sebagian malah meminta agar mereka sering diajak dialog setelah melihat keterbukaan dalam dialog dan penyampaian yang murni ilmiah (dipisahkan dari investigai kasus) dan bermanfaat dalam meluruskan pemahaman salah (syubhat) yang melekat pada pikiran mereka. Rupanya, mereka telah menemukan bahwa ilmulah obat yang mereka cari, dan mereka pun dengan senang hati mereguknya. [9]

Pada umumnya, mereka memiliki tingkat pendidikan rendah, tapi memiliki kelebihan pada cabang ilmu yang mereka minati. Mereka –yang sekitar 35 % pernah tinggal di wilayah konflik- mudah termakan oleh pemikiran dan fatwa yang menyesatkan. Ketika dihadapkan pada ulama yang mumpuni dan memiliki ilmu yang benar, mereka menyadari kesalahan pemahaman mereka. Melalui dialog ini, Lajnah al-Munâshahah menjelaskan pemahaman yang benar terhadap dalil, membongkar dalil-dalil yang dipotong atau nukilan-nukilan yang tidak amanah [10]

Setelah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, banyak tahanan yang menyatakan bahwa selama ini seolah-olah mereka mabuk. Banyak yang mengaku bahwa mereka mulai mengenal pemikiran terorisme dari kaset-kaset “Islami” (tentu saja Islam berlepas diri darinya), ceramah-ceramah yang menggelorakan semangat dan menyentuh emosi keagamaan mereka, juga fatwa-fatwa penganut terorisme. Tambahan gambar-gambar, cuplikan-cuplikan audio-visual dan tambahan efek pada kaset dan video ikut berpengaruh memainkan perasaan. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik bisa menjadi badai yang berbahaya.

Rekaman-rekaman seperti inilah sumber ‘ilmu’ mereka, dan oleh karenanya disebarkan dengan intens di internet oleh pengusung pemikiran teror. Setelah mereka jatuh dalam perangkap pemikiran ini, biasanya mereka dilarang untuk mendengarkan siaran radio al-Quran al-Karim, radio pemerintah yang didukung penuh oleh para ulama besar Arab Saudi. Hal ini dimaksudkan untuk memutus akses para pemuda ini dari para ulama [11].

PROGRAM DAN SARANA PENUNJANG
Program dialog juga ditunjang dengan pemenuhan kebutuhan fisik para tahanan. Berbeda dengan metode Guantanamo yang menyiksa, para tahanan justru diberikan keleluasaan dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka dan melakukan kegiatan refreshing.

Akses kunjungan keluarga dibuka lebar-lebar, karena hubungan yang baik dengan keluarga adalah faktor penting yang mendorong mereka keluar dari pemikiran rancu mereka. Bahkan saat dilepas, pemerintah memberikan mereka rumah, membiayai kebutuhan anak-anak mereka, bahkan membantu menikahkan mereka yang belum menikah. Intinya, mereka dibuat sibuk dengan tanggung- jawab keluarga, sehingga tidak lagi tergoda untuk kembali ke aktivitas negatif yang dahulu mereka lakukan atau persahabatan buruk yang membuat mereka jatuh dalam syubhat. Keluarga mereka juga mendapat arahan khusus untuk mendukung program ini dan menjaga agar keberhasilan munâshahah di penjara tidak pudar di rumah [12]

Sebelum dilepas kembali ke masyarakat, para tahanan ditempatkan di pusat-pusat pembinaan berupa villa-villa peristirahatan tertutup yang memiliki fasilitas lengkap berupa kelas-kelas pembinaan dan sarana olahraga. Di pusat pembinaan yang dinamai Prince Mohammed bin NayifCenter for Advice and Care ini, program dialog tetap berjalan, ditambah kegiatan-kegiatan pemasyarakatan seperti pelatihan seni rupa dan kursus ketrampilan berijazah. Secara berkala, mereka juga diberi kesempatan untuk berkunjung ke rumah keluarga mereka untuk jangka waku tertentu dengan pengawasan [13]

SANGAT BERHASIL, MESKIPUN KADANG GAGAL
Program munâshahah ini telah mencapai keberhasilan yang luar biasa. Banyak teroris yang berhasil diluruskan kembali pemikiran dan akidahnya, sehingga bisa kembali diterima masyarakat. Hanya sedikit sekali yang yang kembali ke jalan terorisme dari ribuan orang telah mengikuti dialog.

Seorang bernama Zabn bin Zhahir asy-Syammari, eks tahanan Guantanamo yang telah mengikuti program munâshahah mengatakan, bahwa program ini telah berhasil dengan baik dan orang-orang yang mengikutinya telah memetik faidah yang besar. Tidak lupa, ia mengucapkan terima kasih atas diadakannya program yang penuh berkah ini [14]
Tapi seperti usaha manusia yang lain, dialog ini juga kadang menemui kegagalan. Salah satu kegagalan yang masyhur adalah kembalinya 7 eks tahanan Guantanamo ke pemikiran mereka selepas dari penjara. Allâh Azza wa Jalla tidak membukakan hati mereka untuk nasehat yang telah disampaikan. Sebabnya, bisa jadi karena pemikiran takfir sudah mendarah-daging pada diri mereka, atau tidak terwujudnya beberapa faktor pendukung dalam dialog. Ada juga yang berpura-pura setuju dengan apa yang disampaikan Lajnah Munâshahah secara lahir saja, tanpa kesungguhan batin [15]

Menurut ‘Abdul ‘Azîz al-Khalîfah, anggota Lajnah al-Munâshahah, ada tahanan yang penyimpangannya karena ketidaktahuan atau karena terpedaya. Orang seperti ini akan mudah diajak dialog dan cepat menyadari kesalahan. Ada juga yang penyimpangannya terbangun di atas prinsip yang menyimpang atau kesesatan yang sudah lama dipeluknya. Yang demikian lebih sulit dan membutuhkan usaha ekstra [16]

Namun, kegagalan kecil ini tidaklah mengurangi kegemilangan Kerajaan Arab Saudi dalam menumpas terorisme. Bagi pemerintah Arab Saudi, pemikiran tidak cukup dihadapi dengan senjata, tapi juga harus dilawan dengan pemikiran [17]. Dunia internasional pun mengakui keberhasilan ini. Masyarakat dunia menyebutnya sebagai “Strategi Halus Saudi” atau “Kekuatan yang Lembut”. Sudah banyak pula negara yang belajar dari pengalaman Arab Saudi dan mentransfernya ke negara mereka [18]

PENUTUP : BAGAIMANA DENGAN INDONESIA?
Banyak kesamaan antara Indonesia dan Arab Saudi. Keduanya adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim, dan pemerintahnya sama-sama divonis kafir oleh para pengusung paham terorisme. Para tokoh teror Indonesia juga banyak terpengaruh oleh para tokoh takfiri dari dunia Arab, yang banyak ditemui di wilayah-wilayah konflik dunia. Bagaimanapun, bangsa Arab tetap paling berpengaruh dalam ilmu agama Islam, baik ilmu yang benar ataupun yang salah. Karena itu, apa yang telah berhasil dipraktikkan di Arab Saudi Insyâ Allâh juga akan berhasil di Indonesia. Pemerintah RI perlu belajar dari keberhasilan ini dan mentransfernya ke bumi pertiwi, agar fitnah terorisme yang telah merusak citra Islam segera hilang atau paling tidak bisa ditekan secara berarti. Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran, bukan dengan peluru! Wallâhu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Bi Ayyi 'Aqlin wa Dîn Yakûnu at-Tafjîru Jihâdan?, Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbâd, hlm. 3, at-Tahdzîr min asy-Syahawât, ceramah Dr. Sulaimân ar-Ruhaili
[2]. Ighâtsatul Lahafân, Ibnul Qayyim, 2/167
[3]. Sunan al-Baihaqi8/179
[4]. Harian ASHARQUL- AUSATH edisi 9297, 12 Mei 2004
[5]. Wawancara Dr. Ali an-Nafisah, Dirjen Penyuluhan dan Pengarahan Kemendagri Arab Saudi di Harian al-Riyâdh edisi 13.682
[6]. Markaz Muhammad bin Nayif lil Munâshahah, Su'ud ‘Abdul Aziz Kabuli, Harian al-Wathan edisi 3.257
[7]. Taqrir: Markaz Muhammad bin Nayif lir Ri'âyah asy-Syâmilah wal Munâshahah, assakina.com, Markaz Muhammad bin Nayif lil Munâshahah, Su'ud ‘Abdul ‘Aziz Kabuli, Harian al-Wathan edisi 3.257
[8]. Wawancara Dr. Ali an-Nafisah, Harian al-Riyâdh, edisi 13.682
[9]. Wawancara Dr. Ali an-Nafisah, Harian al-Riyâdh, edisi 13.682
[10]. Wawancara Dr. Ali an-Nafisah, Harian al-Riyâdh, edisi 13.682
[11]. Taqrir: Markaz Muhammad bin Nayif lir Ri'âyah asy-Syâmilah wal Munâshahah, assakina.com, Wawancara Dr. Ali an-Nafisah di Harian al-Riyâdh edisi 13.68.
[12]. Markaz Muhammad bin Nayif lil Munâshahah, Su'ud Abdul Aziz Kabuli, Harian al-Wathan edisi 3.257
[13]. Taqrir: Markaz Muhammad bin Nayef lir Ri'âyah asy-Syâmilah wal Munâshahah, assakina.com
[14]. Harian al-Riyâdh edisi 14.848, Taqrir: Markaz Muhammad bin Nayef lir Ri'âyah asy-Syâmilah wal Munâshahah, assakina.com
[15]. Harian al-Riyâdh, edisi 14.848
[16]. Harian al-Riyâdh, edisi 14.848.
[17]. Markaz Muhammad bin Nayef lil Munâshahah, Su'ud ‘Abdul ‘Aziz Kabuli, Horan al-Wathan, edisi 3.257
[18]. Koran al-Riyadh edisi 15.042

Quran Reader Basic Arabic

Quran Reader Basic Arabic


Platforms: Java (J2ME), Palm
Version: 4.33
Upload Pertama Kali: 2005-10-27
Updated: 15 Mei 2007
Sumber : www.getjar.com








Dengan Aplikasi ini memungkinkan anda untuk membaca dan mencari ayat - ayat suci Al-Qur'an. Quran Reader meliputi teks asli arab dengan terjemahan bahasa inggris, perancis, bahasa indonesia, melayu, jerman dan sepanyol. Aplikasi ini didedikasikan untuk semua baik yang Muslim maupun non Muslim. Mari pelajari tentang Islam dan apa yang Allah kalamkan dalam Al-Qur'an-Nya. HP yang bisa memakai aplikasi ini adalah minimal yang telah mendukung "MIDP 2.0 java"
Versi "basic" atau gratis ini hanya memuat teks arab dan terjemahan bahasa inggris saja. Silahkan lihat informasi tentang Versi Professional dengan terjemahan yang lebih lengkap.


Juga temukan lebih banyak fitur seperti Doa-doa dari Al-Qur'an, dukungan tampilan yang lebih baik, fungsi pencarian dan banyak lagi yang lainnya, silahkan kunjungi informasi tentang versi Professionalnya.


Downloadlah file ZIP, jika ingin mendownload untuk dipasang di Pocket PC atau Palm OS. Jika butuh versi BlackBerry OS 3.8 atau lebih, Silahkan kunjungi website kami. Jika Anda mendownload untuk versi Palm OS, pastikan bahwa versinya adalah 5.4 atau lebih. Juga selalu pastikan bahwa anda telah menginstall "IBM Websphere Micro Edition" (dapatkan ini secara gratis di situs : http://www.palm.com/us/support/jvm ). Sederhana saja, lakukan instalasi secara cepat file-file PRC dan Hotsync. Untuk pengguna Pocket PC, anda membutuhkan instalasi JVM atau Midlet Manager. Kebanyakan Pocket PC dilengkapi dengan kelangkapan yang sama . Dapatkan kesamaan ini dari situs http://www.comp.lancs.ac.uk/~fittond/ppcjava.html jika anda belum memilikinya. informasi lengkap tentang prosedur instalasi dapat ditemukan di sini.


Persyaratan agar software ini dapat berjalan di hp anda adalah:
HP anda harus mendukung Java di mana mendukung :
* MIDP 2.0
* Sisa Space Memory sebesar 804 KB atau lebih untuk file JAR (Java Archive) .
* 100 KB RAM yang bebas
* Layar dengan lebar 128 piksel atau lebih

Silahkan baca Frequently Asked Questions di sini.
Untuk mengetahui hp apa saja yang mendukung silahkan kunjungi alamat ini.
Untuk Fitur yang lengkap dengan banyak terjemahan silahkan dapatkan Quran Reader Pro. Anda bisa membandingkan antara versi Pro dan Basic di sini.


Download Quran Reader Basic Arabic [MK]:
1. QuranReaderArabicMK.jar
Ukuran: 829.67 K
Cocok diinstall di: Semua model HP yang mendukung J2ME
Download ke HP: Buka Situs Wap wap.GetJar.com dari hp anda -> Quick Download ->
masukkan kode download 3870
JAD file (QuranReaderArabicMK.jad)
JAR file (QuranReaderArabicMK.jar)

2. QuranReaderBasic4_3_3Palm.zipUkuran: 1357.79 Kb
Cocok untuk: Palm layar warna dengan resolusi 160x160
juga untuk Palm Hi-Res (320x320+) dan Palm Hi-Res
Download ke Komputer Download QuranReaderBasic4_3_3Palm.zip

SOFTWARE MEMPERBESAR GAMBAR TAPI TIDAK PECAH


Tidak semua koleksi foto atau gambar yang kita miliki dapat diperbesar, walaupun kita memaksakan diri untuk memperbesarnya maka akan terlihat buram ataupun pecah-pecah. Tentu saja ini membuat kita sedikit kecewa karena gambar yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan.
Ada sedikit solusi untuk mengatasi masalah tsb, anda tinggal memasang program Resize Imager pada komputer anda, dijamin gambar yang dihasilkan akan terlihat lebih baik meskipun dalam ukuran besar.



Reshade resize image adalah sebuah software yang akan membantu anda untuk memperbesar gambar tanpa pecah dan tanpa menurunkan resolusi gambar tersebut. Software ini juga memungkinkan untuk membantu untuk melihat sebuaah objek yang terlihat kecil di dalam gambar kemudian diperbesar supaya terlihat lebih jelas. [duniakomp.prg]uter

Download Reshade resize image

Cara install :
  • Download file Reshade resize image DI SINI
  • Ekstrak file dan intall
  • Setelah selesai, program jangan dijalankan dulu
  • Copy file Patchnya dan paste ke tempat anda menginstal program
  • Jalankan file patch ( Reshade Image Enlarger v1.51_Patch )
  • Klik Crack it,lalu masukkan nama anda
  • Selesai

Membuat Cinemagraphs Mudah Menggunakan Cliplets

Cinemagraph Skateboard Wheel
Anda mungkin pernah menemukan gambar yang sebagiannya bergerak. Itu adalah cinemagraph. Berikut ada software untuk membuat gambar cinemagraph tersebut.
Lihat gambar roda skateboard yang dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 5 menit! Meskipun bukan gambar yang paling menarik, pasti memiliki efek yang keren bukan?

Hari ini, kita akan menjalankan melalui beberapa langkah tentang cara membuat cinemagraph sendiri dengan program yang mudah untuk memahami dengan bantuan dari Cliplets. 

Bagaimana Cara Kerja Cliplets.

Cliplets bekerja dengan 'pause' latar belakang sementara hanya area yang dipilih dari 'play' video dalam satu lingkaran.
Cliplets Explanation
Jadi dalam kasus gambar di atas, daerah hijau adalah area yang dipilih yang 'play' dalam satu lingkaran, sedangkan latar belakang yang 'pause' di beberapa titik. 

Memulai Cliplets

Untuk memulai menggunakan Cliplet, klik di sini untuk men-download versi 32-bit, atau di sini untuk versi 64-bit. Perhatikan bahwa saat ini hanya bekerja dengan Windows 7.Mari kita pertama kita lihat pada antarmuka pengguna perangkat lunak Cliplets (nomor untuk memudahkan anda):
  1. Area tampilan di mana Anda melihat pemutaran video.
  2. Timeline yang mengontrol video yang diimpor.
  3. Panel lapisan yang digunakan untuk mengedit.
  4. Timeline dari proyek akhir dengan tombol putar untuk melihat efek akhir.
Cliplets User Interface

Membuat Cinemagraph

Selanjutnya, dapatkan klip singkat dari apa yang Anda ingin ubah menjadi cinemagraph. Pastikan bahwa video yang direkam dengan tangan yang mantap, dan bahwa hal itu tidak terlalu jelek. Sekarang, pergi ke depan dan tarik klip singkat Anda ke dalam area tampilan proyek. 

Coba tekan tombol putar di atas. Anda akan melihat bahwa video Anda distabilkan dengan hampir tidak ada gerakan gemetar. Jangan khawatir tentang tepi yang bergerak, dan tidak 'tinggal menempatkan', karena mereka adalah efek menstabilkan video.

1. Memilih Frame Latar Belakang

Jadi, langkah pertama adalah memilih yang background 'berhenti'. Anda memilih latar belakang dengan menggeser persegi atas bersama timeline.

Cliplets Timeline

Anda akan ingin memilih latar belakang di mana objek yang ingin 'dihidupkan' tidak bergerak terlalu banyak. Latar belakang yang dipilih (dan ditampilkan) di sini adalah setelah tangan telah memutar roda dan sedang menyisakan di papan. Roda stabil di sekitar pusat layar.


Cliplets Still Background

2. Memilih ‘Animated’ Timeline

Hal berikutnya yang harus Anda lakukan adalah klik pada Add new layer terletak pada panel lapisan di sebelah kanan. Sebuah layer baru berjudul 'loop' akan dibuat. Pilih sebagian kecil dari klip dengan animasi yang ingin Anda tampilkan. Pindahkan daerah oranye pada timeline klip yang diimpor untuk menunjukkan di mana 'loop' dimulai dan berakhir.


Cliplets Animate Timeline
Ingat bahwa daerah 'yang dianimasi' masuk dalam satu loop. Dalam contoh ini, kami telah memilih untuk fitur roda dengan satu putaran penuh. Tidak ada batasan untuk berapa lama atau pendek loop harus mencakup tetapi untuk memastikan kelancaran efeknya, Anda mungkin ingin menyesuaikan ini beberapa kali untuk mendapatkan efek yang tepat.

3. Menggarisbawahi Area yang di ‘Animated’

Setelah Anda selesai melakukannya, tarik di sekitar area yang ingin Anda 'hidupkan'. 

Cliplets Mask Layer

Perhatikan bahwa kursor Anda sekarang terlihat seperti pena, disorot dalam warna hijau. Ini adalah untuk  menarik garis besar area yang ingin Anda 'hidupkan'. Dalam hal ini, itu adalah roda berputar yang Anda lihat di bawah.
Cliplets Animate Selection
Tekan tombol play di bagian bawah untuk melihat apakah efeknya bekerja dengan baik. Jika Anda tidak puas dengan hasilnya, cobalah fine tuning Langkah 2, baik dengan menambahkan atau menghapus satu atau dua frame ke pemilihan 'animasi'.

Jika masih tetap tidak terlihat sempurna, di sini adalah sedikit tip. Aktifkan 'Smooth' terletak di bawah tombol Play pada waktu proyek. Ketika menekan tombol Play Anda akan melihat transisi yang halus.


Cliplets Smooth

4. Mengexport Cinemagraph

Setelah Anda puas dengan cinemagraph Anda, tekan tombol 'Eksport Cliplet' dan Anda akan melihat tiga format file untuk ekspor ke: gif, mp4 dan wmv. Sebagai contoh kami adalah format gif. File.


Cinemagraph Skateboard Wheel

Conclusion

Tim Riset Microsoft telah menciptakan sesuatu yang sederhana bahwa setiap orang dapat menggunakan untuk membuat cinemagraphs. Jika Anda tertarik untuk belajar lebih banyak, mereka memiliki beberapa advanced tutorials yang Anda dapat coba sendiri, serta gallery kerja cinemagraphs yang mengagumkan.

Selamat mencoba!

Mencari dan Mengapus File Duplikat dengan AllDup untuk Windows

Setelah Anda telah menggunakan komputer, maka Anda mungkin sudah download banyak file, program yang diinstal, dan menciptakan banyak dokumen. Kegiatan menginstal dan menyimpan file ini berpotensi membuat file duplikat yang sama atau banyak folder berbeda dan ini perlu mengambil ruang disk pada hard drive Anda.

Anda tidak bisa tahu persis di folder mana file tersebut berada. Karena menemukan dan menghapus file-file duplikat secara manual tidaklah praktis. Yang Anda butuhkan adalah sebuah aplikasi gratis yang disebut AllDup - utilitas desktop untuk Windows yang membantu Anda mengidentifikasi dan menghapus file duplikat.
AllDup sangat kuat, didesain elegan dan menyediakan pilihan penyaringan canggih untuk mengelola daftar file.

AllDup adalah gratis untuk menggunakan aplikasi desktop yang diinstal dan versi portabel berukuran hampir 3 MB. Ketika Anda menjalankan aplikasi ini, ia memiliki antarmuka visual yang menarik dan intuitif yang sangat mudah digunakan. Anda dapat memulai dengan memilih drive atau folder sumber di mana Anda ingin mencari file duplikat yang akan dilakukan. Subfolder secara otomatis dipindai oleh aplikasi ini.

Selanjutnya Anda dapat menentukan kriteria pencarian. File duplikat bukan satu-satunya yang memiliki nama yang sama, tetapi juga dapat berupa file dalam folder yang sama dengan format yang sama, ukuran yang sama, tanggal modifikasi, tanggal pembuatan, atribut, hard link, ukuran, dan konten.

Mengingat pilihan yang disediakan oleh aplikasi ini, Anda dapat dengan mudah mendeteksi dan menghapus file duplikat bahkan mereka yang tidak bernama sama.



Setelah pengaturan telah disesuaikan, Anda dapat menjalankan pencarian file duplikat. Waktu yang dibutuhkan selama pencarian tergantung pada jenis duplikat yang Anda cari.
File duplikat tersebut kemudian dikelompokkan bersama-sama dan dibuat tersedia bagi Anda untuk menghapus.
Download AllDup (Windows).

mengubah ukuran gambar Anda email atau meng-upload, dan membuat mereka ramah internet dengan Robosizer

Para pengguna komputer rata-rata meng-upload gambar pada tingkat yang semakin meningkat, jadi bayangkan berapa banyak pria-jam mengubah ukuran gambar akan diselamatkan dengan adanya program ini secara otomatis mengubah ukuran gambar di latar belakang.

Jika Anda meng-upload banyak gambar ke Facebook, email, IM, atau situs berbagi foto, Anda tahu betapa pentingnya untuk mengubah ukuran mereka terlebih dahulu, agar tidak banjir inbox penerima Anda dengan file besar, dan tidak membuang-buang banyak dari waktu yg dibutuhkan dan file upload bandwidth yang sangat besar.

Dengan Robosizer, Anda tidak perlu berpikir tentang hal ini sama sekali. Aplikasi gratis, yang tinggal di latar belakang diam-diam dan mendeteksi setiap aktivitas upload gambar yang Anda mungkin mencoba di berbagai macam aplikasi (sebagian besar browser, klien email, dan klien IM), dan secara otomatis mengubah ukuran mereka ke ukuran dan kualitas yang optimal user-defined.



Cara menggunakan RoboSizer:

Instal dan jalankan, kemudian mengaturnya (lihat gambar 2). Perhatikan bahwa ada lebih dari satu profil, dan Anda dapat membuat sebanyak yang Anda suka. Selanjutnya, klik kanan pada icon system tray Robosizer dan pilih profil aktif Anda inginkan (lihat gambar 3).

 
Gambar 2
Gambar 3

Selanjutnya, gunakan salah satu program yang didukung untuk meng-upload gambar besar, dan Anda akan melihat pemberitahuan gelembung di system tray Anda ditunjukkan proses mengubah ukuran gambar secara real time (lihat gambar di atas).

Didukung program: semua 5 browser utama dan beberapa varian (IE, Chrome, Firefox, Opera, dan Safari), sebagian besar klien IM besar, sebagian besar klien email utama (termasuk Outlook). Lihat gambar di bawah jika Anda ingin lebih detail.


Gambar 4


Program ini digunakan untuk Payware tetapi sekarang telah berubah menjadi freeware, dan kami di Freewaregenius cukup berterima kasih untuk itu. (Dapatkan nama dan nomor seri digunakan untuk pendaftaran dari halaman program atau dari file teks dalam file zip download).

Dapatkan Robosizer disini (Windows, 32 bit dan 64 bit Perhatikan bahwa serial untuk mendaftarkan aplikasi yang disediakan secara gratis.).